Jumat, 25 Maret 2011

Memahami Ta'aruf Dengan Pemaknaan Yang Benar

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Istilah ta'aruf barangkali saat ini sudah tidak begitu asing ditelinga masyarakat Indonesia. Sebelumnya istiah ini mungkin hanya dapat didengar melalui pengajian-pengajian di masjid, sekolah, madrasah, dan lainnya. Tapi kini istilah ta'aruf bahkan dapat didengar di televisi ataupun di bioskop film. Tidak lain adalah saat momen awal munculnya sinetron-sinetron dan film-film yang islami dengan diproklamatori oleh munculnya film Ayat-Ayat Cinta.

Namun pemahaman istilah ta'aruf perlulah kita maknai secara benar. Islam merupakan ad-din yang mencakupi semua sistem kehidupan di alam semeseta, termasuk hubungan sosial bermasyarakat manusia (muamalah). Islam sebagai sebuah agama fitrah, yakni ajaran, perintah dan larangan yang menjadi tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia. Misalnya, dalam ibadah puasa, yakni tuntunan Islam untuk berpuasa dengan ketentuan waktu mulai terbit fajar hingga terbenam matahari (sehari penuh). Tidak dibolehkan di dalam Islam melebihi ketentuan waktu tersebut, misalnya berpuasa tiga hari berturut-turut tanpa berbuka dan sahur karena tidak sesuai dengan fitrah manusia, salah satunya yakni keadaan fisik dan mentalnya yang tidak mampu menahan lapar dalam jangka waktu yang lebih lama mislanya pada contoh di atas dengan puasa tiga hari tanpa buka dan sahur.

Dalam konteks hubungan muamalah pun demikian. Tulisan ini sejatinya berusaha meluruskan pemahaman kita mengenai kata ta'aruf. Karena, ketika kita saksikan film Ayat-Ayat Cinta ternyata istilah ini sungguh sangat tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Saat seseorang dikenai kewajiban untuk menikah karena telah mencapai kecukupan umur dan kemampuan lainnya, maka Islam mengatur bagaimana mencari pasangan hidupnya dengan suatu proses yang dinamakan ta'aruf.

Baiklah kita mengetahui ta'aruf ini dari contoh Rasulullah SAW. Dengan pengertian umum, ta'aruf bermakna mengenal orang lain sebagai bentuk hubungan silaturahim. Mengenal ini bukan hanya terbatas pada mengenal nama saja. Bahkan Rasulullah SAW dapat mengenal sahabat-sahabatnya (sebagaimana hadits dan atsar sahabi yang berkenaan dengan ini) dengan hanya mendengar suara langkah kaki sahabatnya sehingga suatu waktu beliau berujar pada sahabat-sahabatnya, Si fulan sedang menuju kemari dia sedang berjalan ke sini. Dengan ta'aruf yang demikian Rasulullah SAW mengenal para sahabatnya.

Ketika kita membahas ta'aruf dalam film yang kita sebutkan tadi, maka pengertian ta'aruf disini adalah dalam konteks mengenal lawan jenis dengan tujuan untuk melangsukngkan pernikahan. Kita pun mungkin sudah sering kita mendengar contoh dalam kehidupan Rasulullah SAW sendiri yakni saat proses pernikahannya dengan Khodijah. Tidak cukup hanya mengenal nama, Khodijah bertanya kepribadian Muhammad ketika itu, sikap, cara, kejujuran beliau dalam berdagang yang disaksikan utusan dagang bersama beliau, dan lainnya. Dari perkenalan dan kepahaman sang Khodijah kepada Muhammad inilah kemudian terjadi lamaran yang akhirnya di setujui oleh kedua belah pihak.

Nah bagaimana dengan film Ayat-Ayat Cinta ? Ada distorsi yakni tidak sejalannya jalan cerita yang ada di dalam tulisan di novelnya dengan film yang ditampilkan. Dan distorsi / kesenjangan ini jauh sangat memutar arti dari ta'aruf sendiri. Action yang paling nyata ketika kita saksikan yakni ketika sang tokoh "Fahri" dijebloskan di dalam penjara karena dituduh melakukan perbuatan asusila. Dimana sang istri yakni tokoh Aisya begitu marah dan bergejolak hatinya, karena merasa ditipu oleh suaminya, karena merasa bahwa dia salah memilih suaminya atau tidak mengenal suaminya dengan baik. Dia marah dan bertanya-tanya pada orang-orang kenalan suaminya tentang siapa suaminya sebenarnya. Walaupun selanjutnya kebimbangannya itu mulai sirna dengan penjelasan sang ibunda Fahri.

Dengan cuplikan seperti itu maka masyarakat awam akan langsung men'judge' atau memvonis, nah tuh, begini jadinya kalo nikah islami yang tanpa didahului proses pacaran? Dan menjudge ini dikarenakan kedua belah pihak tidak saling mengenal satu sama lain. Pemahaman inilah yang salah. Dan kita katakan tidak benar. Bahwa perlu diketahui bahwa sejatinya kita kembali kepada pengertian sebelumnya mengenai ta'aruf, bahwa ta'aruf itu bermakna mengenal, mengenal dengan paham, tidak hanya nama saja, tapi juga kepribadian, sosok orang, dan sebagainya. Dan cuplikan action yang ada di film itu sejatinya tidak pernah ada dalam novelnya. Awalnya saya kira kesalahan pemahaman ini berasal dari sang penulis, kang abik Habiburrahman El Shirazi sang penulis. Tapi ternyata tidak. Dan kata seorang teman saya pun mengatakan bahwa si penulis pun kecewa pada beberapa adegan film yang mengangkat tema cerita dari novelnya.

Yang benar adalah ketika proses akan menikah itu, sang tokoh, yakni Aisya berusaha mengenal tokoh suaminya itu dengan bertanya pada lingkungan di sekitar suaminya, bertanya pada teman2 calon suaminya sesama mahasiswa indonesia, dan lainnya. Sampailah pada kesimpulan bahwa ia mengenal sosok calon suaminya dengan benar dan dengan bulat hati memutuskan untuk melamar dan menikah. Mengenai proses pertemuan keluarga kedua mempelai dan kemudian kedua mempelai dipersilakan untuk memandang calon pasangannya, atau bahasa santrinya disebut nazhor (melihat), itu benar. Tapi perlu dipahami bahwa itu adalah salah sau bagian dari proses ta'aruf. Tidak seperti yang dicitrakan di dalam film bagaimana nazhor itu satu-satunya proses ta'aruf itu tidak benar. Sehingga menyebabkan si suami dan si istri tidak akan pernah merasa bahwa ia tidak mengenal seluk beluk suaminya dengan dalam. Action Aisya merasa guncang hatinya ketika suaminya dituduh berbuat asusila itu adalah sebuah adegan tambahan yang tidak ada di dalam novel ayat-ayat cinta yang sudah tiga kali saya baca. Dan parah nya action itulah yang memelintir atau menjungkirbalikkan pemahaman makna ta'aruf.

Bagaimana dengan pacaran?

Maka suatu waktu seorang teman bertanya apakah pacaran itu baik / benar, karena saat ini beliau ini sedang pacaran?

Untuk menjawab pertanyaan itu saya kembalikan bertanya kepada teman saya yang bertanya ini, coba jelaskan pengetian pacaran?

Bentuk atau cara mengenal seseorang, dalam hal ini mengenal lawan jenis. Apakah cukup pengertian itu? Bagaimana pemaknaan istilah pacaran ini dalam masyarakat sekarang ini, anak-anak muda sekarang ini? Coba kita perhatikan di lingkungan di sekitar kita. Bagaimana seorang dianggap pacar? Mudahnya dapat dilihat yakni biasa dipegang, dipeluk, dicium. Itulah pengertian pacaran sekarang ini. Bahkan terkadang ada yang lebih dari itu. Na'udzubillahi min dzalik. Nah dengan melihat fenomena makna pacaran zaman sekarang seperti itu tentu nya kita dapat melihat sendiri bahwa itu adalah perbuatan yang salah.

Saya mencontohkan istilah pacaran zamannya bapak saya dulu, Paklek saya dulu, Om saya dulu. Pacaran zaman itu dimaknai sebagai proses menuju pernikahan. Artinya bahwa ditujukan serius untuk menuju pernikahan. Kedua, tata cara bagaimana misalnya bertemu tanpa berdua-duaan saja. Zaman saya masih SD adalah menjadi pendamping setia Om saya yang menemui calon istrinya. Disinilah kemudian kalo kita bandingkan tentu istilah pacaran pada zaman itu bukanlah istilah yang selama ini ada dalam pergaulan bebas anak-anak muda sekarang ini. Tidak. Bahwa pada waktu proses perkenalan ini benar-benar menjaga tuntunan ajaran Islam. Generasi ayah-ayah kita, ibu-ibu kita yang melahirkan kita sekarang apa ini dengan baik. Bagaimana jadinya generasi ke depan yang lahir dari generasi kita yang lebih akrab dengan pacaran pergaulan bebas? Na'udzubillah min dzalik.

Kembali kepada permasalahan ta'aruf, ketika bertukar pikiran dengan teman di asrama pondok pesantren, ternyata bahwa salah satu topik ta'aruf ini pernah menjadi pembahasan dalam tesis S2 di Psikologi UGM. Dengan mengambil komunitas 'anak-anak masjid' penelitian ini mengungkap bagaimana proses ta'aruf dapat menjadi landasan menuju jenjang pernikahan. Beberapa fenomena yang juga mudah kita lihat sendiri yakni: ketika seseorang diperkenalkan oleh orang lain kepada calon pasangannya, yakni belum pernah kenal sama sekali. Maka kemudian ada proses-proses yang ditujukan untuk bagaimana keduanya ta'aruf, kenal dengan baik dan paham dengan sosok calonnya. Apa yang kemudian disebut 'proposal'. Yah kedengaran aneh memang. Tapi itu nyata dan bertujuan mengenal lebih tentang calonnya. Maka disertakan lah di dalam 'proposal' itu, mulai dari nama, prestasi, makanan kesukaan, kebiasaan baik, kebiasaan buruk, riwayat sakit, dan hal-hal detil sehingga jelas oleh calon pasangannya.

Suatu waktu pula kamera digital saya pernah dipinjam seorang teman. Dengan pesan, bahwa kamera ini akan sangat memabantu teman saya yang sedang membutuhkan. Ternyata,, kamera dipakai buat motret temannya yang ingin menikah kemudian disertakan dalam 'proposal'-nya yang akan diberikan kapada calonnya.

Yang ingin saya sampaikan bahwa ta'aruf adalah sebuah proses yang dituntunkan dalam Islam. Sebagaimana tuntunan Rasul untuk mengenal seseorang secara dekat, baik teman atau sahabat, apalagi ta'aruf untuk pasangan hidup, mengenalnya dengan paham mengenai sosoknya, kepribadiannya, keluarganya, dan sebagainya. Proses ini tentunya berbeda dengan pacaran yang selama ini lebih akrab dikenal di masyarakat kita. Karena pengertian pacaran saat ini identik dengan pergaulan bebas. Tata cara ta'aruf pun boleh berbagai macam bentuk caranya. Fenomena 'proposal' hanya satu contoh saja. Memperkenalkan diri dengan orang tua, atau bertanya pada lingkungan sekitarnya juga merupakan perkara yang baik, asal jangan keluar dari tuntunan Islam.

Bukannya bermaksud merubah hak cipta (seperti kejadian di film Ayat-Ayat Cinta), tapi saya ingin menambahkan sedikit. Saya hanya ingin menyampaikan, berhati-hatilah dengan namanya Zina. Zina yang saya maksud bukan hanya melakukan hubungan intim diluar nikah, tapi ada beberapa jenis Zina lainnya. Zina yg dimaksud disini adalah segala sesuatu yg bisa menimbulkan syahwat (nafsu). Misalnya kita berpadangan tetapi muncul syahwat, maka itu udah dinamakan Zina Mata. Karena itu sangatlah dianjurkan bagi para akhwat agar memakai jilbab dan bukan jilbab asal-asalan. Misalnya tidak ketat, menutupi aurat dan jilbabnya hendaklah yg panjang hingga ke perut. Selain itu jika ingin bersalaman dengan lawan jenis, dianjurkan utk tidak bersentuhan. Dan masih banyak lagi tata cara bergaul dengan lawan jenis.
Jadi sungguh tidak sesuai makna pacaran yg kita kenal sekarang. Banyak pasangan yg jalan berduaan sambil pegangan tangan, duduk berdua di tempat yg sepi, naik montor boncengan dengan yg bukan muhrimnya, dll. Bahkan ciuman pun adalah hal yg wajar.
Maka berhati-hatilah dengan apa yg dinamakan Zina ini. Semoga kita selalu diberi pentunjuk agar terhindar dari perbuatan yg membawa kita ke arah maksiat, amin.

Satu hal lagi, bagi cowok-cowok, dalam memilih pasangan hidup pilihlah wanita yg Sholehah. Karena sebaik-baik perhiasan adalah wanita yg shalehah. Demikian. Semoga kembali kepada kita dengan ilmu dan manfaat. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar