Rabu, 27 April 2011

" SAYANGILH AKU SAMPAI UJUNG WAKTU "

Kalau kita berbicara tentang pernikahan, pasti semua mengharapkan yang enak-enak atau kondisi ideal. Normal aja dong, kalau mengharapkan kriteria ideal untuk calon pasangan hidupnya. Sang pemuda mengharapkan calon istri yang cantik jelita, keluarganya tajir, pinter, akhlak mulia, sholehah, dll. Begitu juga sang wanita ingin punya suami yang ganteng, kaya, sabar, pinter, bertanggung jawab, setia, akhlaknya memikat, dan sebagainya. Coba bayangin semua ini terjadi pada diri kita, wuah...surga dunia tuh! Siapa sih yang gak mau, iya gak?

Saat kita lanjut usia, rambut mulai satu-persatu rontok, raga pun perlahan rapuh dan sepuh, sang istri atau suami masih tetap setia mendampingi. Saat di pembaringan, ada yang mijitin pundak hingga kitapun tertidur pulas. Saat dingin menyerang rangkulan kekasih pun semakin erat, bersama saling menopang saat kaki-kaki kita semakin melemah. Kalau sedih ada yang menghibur, saat senang, apalagi, wuah...uendah nian.

Namun, menurut Hasan Al Banna, waktu itu adalah kehidupan, ia tak pernah berhenti sesaatpun, seiring waktu berlalu, istri semakin keriput dan endut. Tapi menurut sang suami, "Istriku masih yang tercantik," sementara suami pun perutnya udah buncit, tapi menurut sang istri, "Engkaulah satu-satunya Pangeran dalam istana hatiku."

Kebesaran Allah SWT pun selalu tampak di dalam rumah tangga. Setiap anggota keluarga melakukan sholat berjamaah, qiyamullail, membaca Al Qur'an, tasbih, tahmid, saling bertausyiah, bermaafan, menasehati, dan mengingatkan. Inilah hasil dari sepasang anak manusia yang menikah karena ingin mengharapkan ridho-Nya dan cita-cita Islam serta kemegahan ajaran-Nya. Inilah dia surga yang disegerakan sebelum surga yang kekal abadi.

Semua diatas adalah harapan setiap pasangan. Namun, tak jarang juga ditemukan dalam suatu keluarga yang terjadi adalah sebaliknya. Dari istri yang dibilang gak pinter mengatur rumah tangga, menjaga anak, atau suami yang selalu pulang malam tak peduli dengan anak dan istri, dan macam-macam lagi. Kata nista, kata-kata yang nyelekit, tuduhan, makian bahkan saling memukul, bisa juga terjadi pada sebuah keluarga, yang gini nih sepet banget! Rumah tangga serasa bagai hidup di neraka, tak ada ketenangan apalagi kasih sayang.

Emang ya, segala sesuatu itu bisa tak seindah bayangan semula. Ada bunga-bunga indah, namun cukup banyak juga onak dan duri yang siap menghadang. Karena itu, berbagai masalah kehidupan dalam lembaga pernikahan harus dihadapi secara realistis oleh setiap pasangan.

Apalagi hidup di zaman seperti sekarang ini memang tak mudah, namun Al Qur'an memberikan arahan dalam kehidupan berumah tangga, ".... dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik.... [QS Ath Thalaaq: 6] "..... dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian, bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS An Nisaa': 19]

Seperti gading, tak ada yang tak retak, begitu juga manusia, tak ada yang sempurna. Setiap kita pasti ada kekurangannya, bisa saja seorang suami atau istri terlihat mempunyai satu kekurangan, namun kalau dipikir-pikir lebih banyak kelebihannya. Apakah kekurangannya saja yang diperhatikan oleh pasangannya atau kedua-duanya dengan pertimbangan yang adil?

Konflik dalam kehidupan rumah tangga juga tak jarang menyebabkan banyak pasangan kehilangan cinta yang dulunya mempersatukan mereka, dan Allah SWT juga telah memberikan arahan yang jelas, "Hai orang-orang mu'min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS At Taghaabun: 14]

Karena itu, sesungguhnya dalam kehidupan berkeluarga yang kita harapkan adalah indahnya keampunan Allah dan surga-Nya, juga kasih sayang orang-orang yang terdekat dengan kita, yang setiap hari saling membutuhkan, karena itu 'sayangilah aku (pasangan hidupmu) hingga ujung waktu.'

Wahai akhi wa ukhti fillah, mari kita saling mendoakan ya,
Semoga dengan kita mengambil panduan Al Qur'an dan sunnah Rasul-Nya serta contoh teladan dari keluarga Rasulullah SAW, akan semakin banyak rumah tangga yang tadinya kurang sakinah kembali menjadi sakinah, rumah tangga yang sakinah menjadi lebih sakinah, dan insya Allah pula saudara-saudara yang belum berumah tangga dikabulkan do'anya berupa pasangan hidup yang sholeh atau sholehah, aamiin allahumma aamiin.

Wallahu alam bi showab,

" KASIH TK SAMPAI "

Sahabatku rahimakumullah...
Sebagaimana Ia (Allah) menghadirkanmu ke dunia ini dengan rasa cinta, melalui perantara seorang ummi yang penuh kasih, karena itulah...rasa yang begitu kuat terpatri di Qalbumu adalah rasa cinta (ingin dicinta dan mencinta)...

Kita tumbuh laksana tunas pohon kecil yang mengeluarkan dedaunannya dan ketika kuncupnya menyembul... Bersama itu pula timbul hasrat dihatimu untuk mencari pasangan hidup, teman berbagi suka duka di alam ini..

Cinta merupakan karunia Ilahi.., hadirnya tanpa diundang..., tiba-tiba kita sadari ia kuat tertanam laksana akar pohon yang rindang

Sahabatku rahimakumullah
Kurasakan getar Qalbumu manakala kau bercerita penuh harap kepadanya. Ia laksana kilau permata yang penuh cahya dimatamu Mencintainya ibarat kuncup bunga di Qalbumu Yang siap untuk mekar dengan keharumannya yang memikat Namun ternyata Jangankan mekar yang kau dapat Kuncup itu layu sebelum berkembang Manakala kau sadari Dia tak pernah mencintaimu!, tak pernah menaruh hati padamu!!, tak pernah menginginkanmu!!! Tak pernah !!!

Kekecewaanmu kau tumpahkan dalam sebuah syair lagu (walau hanya kau yang tahu...) Lirih perlahan mengalun
-------
"Kau bagaikan telaga yang jernih
Yang sejuk airnya serta menyegarkan
Ditumbuhi pepohonan rindang Disekelilingmu
Kau sadari akan seseorang
Yang mencintaimu Setulus hatinya
Dan kau beri satu pengertian
tentang sebuah cinta yang tak kesampaian

Kau hargai satu cinta kasih
Kau buktikan tanpa menghinanya
Walau seringkali kau acuhkan dia yang menyayangimu
Kau berarti baginya Kharisma didirimu Dambaan hatinya"
-------

Aduhai gerangan sungguh beruntung yang mendapatkan cintamu Dan ketika kau kutanya kenapa? Dengan ungkapan pilu engkaupun berkata:

"Entahlah Akupun tidak tahu. Namun yang terpenting Dari sekian banyak manusia, dari sekian banyak insan dunia Bagiku...Dialah yang terindah...terbaik..., dan paling mempesona...!" Pancarannya begitu tajam menghunjam!! Sungguh tak 'kan ada yang bisa menggantikannya Walau dicari di belahan bumi manapun, tetaplah dia orangnya!!!

Aduhai...gerangan...perih nian yang kau rasa... Kalau begitu baiklah... Kan kuajak dirimu terbang ke sebuah tempat yang bernama "Negeri kesunyian" Kenapa ??? Karna engkau butuh kesendirian untuk mengobati luka hatimu...

Kita tlah sampai... Tak ada seorangpun yang akan mendengar perbincangan kita... (Listen to me please!!! Dengarkanlah aku baik-baik sahabatku...!!!)

Sahabat... Tahukah engkau? Manakala engkau telah merasa mencintai seseorang... Itu sama artinya engkau t'lah menghamba padanya?...

Sadarkah dirimu? Manakala engkau tahu ia tidak mencintaimu ... Itu artinya ia menunjuk pada kekuranganmu?...

Tidak terfikirkah olehmu? Jika yang kau harap saja tidak bisa mencintaimu... Apalagi Yang Menciptakannya???!!!...

Astafirughlaahul 'aziim...
Astafirughlaahul 'aziim...
Astafirughlaahul 'aziim...
(Ucapmu seraya menjerit tertahan... titik-titik embun menggenang di kelopak matamu...mengalir perlahan...membasahi pipi...) Mengangislah...kalau itu yang membuat hatimu tenang...

Sahabat... Aku bersyukur kepada Allah kau sadari kini kekhilafanmu... Bahwa ter-amat sulit untuk menggapai Cinta_Nya bisa engkau pelajari dari makhluk_Nya yang bernama manusia... Karena itu...Perbaikilah segala sesuatu yang ada padamu... Bangkitlah untuk menjadi yang terbaik...

Sahabat... Sesungguhnya yang ada padamu sudah ter-amat sempurna... Rupa wajahmu adalah yang terindah yang kau miliki... Namun?sinarannya belum terlihat... Masih pudar dan perlu dibersihkan... Dimana letaknya tersimpan di dasar yang paling dalam... Sulit terjangkau?Itulah Qalbu (hati) mu... Jika sinarnya telah mendekati kesempurnaan... Kilaunya akan memancar ke luar... Itulah namanya kecantikan/ ketampanan hakiki...

Sesungguhnya... Seseorang mencintaimu tidaklah melihat dari kecantikan (ketampanan) atau kekayaanmu... Tetapi ia melihat pancaran yang ada pada Qalbumu... Kenapa? Karena kecantikan/ ketampanan akan sirna bersama berlalunya waktu... Kekayaan akan lesap bersama perputaran roda kehidupan... Sedangkan pancaran Qalbu akan senantiasa abadi bersama ridha Ilahi kepadamu...

Namun satu hal yang harus kau ingat! Tak selamanya cinta itu berati memiliki... Ibarat Qalbumu...yang bebas bergerak tanpa bisa kau cegah... Kenapa? Karena ia hidup sebagaimana arus air yang mengalir... Engkau saja tak dapat memiliki hatimu, apalagi kepunyaan orang lain? Yang berhak memilikinya adalah Allah...

Wahai sahabat... Bukankah sesuatu yang kau sulit mendapatkannya sulit pula kau lepaskan? Demikianlah seseorang itu di hatimu... Bukankah Kasih tak sampai benteng dirimu untuk senantiasa menjaga kesucianmu? Terutama Qalbumu...(Yang senantiasa wajib kau jaga kesuciannya)..(Silahkan buka kembali lembaran artikel "Kekasih Sejati" dan "Kemana Akan Dicari Gantinya???" di bawah ini).

Karena itulah... "Kasih Tak Sampai" merupakan cermin bagimu ... untuk mengerti arti Cinta Sejati yang sesungguhnya...

Sesungguhnya Cinta dijadikan Allah indah di dalam Qalbumu... Keindahannya akan kau temukan manakala kau dapatkan hatimu mencintai Allah... Tak ada makhluk yang sempurna di muka bumi ini kecuali diri_Nya...

Karena itu... Laa tahzaan wa laa takhaaf (Janganlah sedih dan janganlah takut...) Innallaaha ma'ana (Sesungguhnya Allah bersama kamu...) Betapa dengan sayang_Nya Ia berkata:

"Thayyibaa tu litthayyibiina watthayyibuuna litthayyibaati" Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. An Nur 24:26)

Wallaziina aamanuu asyaddu hubban-lillah Orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. (QS. Al Baqarah 2:165)

Yuhibbuhum wa yuribbuu nahuu Dia (Allah) mencintai mereka dan mereka mencintai_Nya. (QS. Al Maidah 5:54)

" CURAHAN HATIKU PADAMU YA ALLAH "

Kucintai Engkau dengan dua cinta. Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu. Cinta karena diriku membuat diriku lupa pada yang lain, senantiasa menyebut nama-Mu. Cinta karena diri-Mu membuat diriku selalu memandang-Mu, karena Kau kuakkan hijab, Tiada puji bagiku untuk ini dan itu, Bagi-Mulah puji dari penghuni semesta.

Ya Allah, Engkau Tuhan yang disembah..!
Kuatkanlah imanku dalam keadaan apapun. Dan janganlah Kau bolak-balikkan hatiku setelah Kau berikan hidayah-Mu.

Ya Ghaffar, Engkau Maha Pengampun...!
Aku hanya mampu mengungkapkan secuil risalah-Mu. Namun, belum mampu mencegah kemaksiatan. Belum mampu menyentuh hati yang keruh.

Ya Hafizh, Engkaulah Maha Memelihara...!
Lindungilah aku dari kehancuran moral dan mendustakan agama-Mu. Jangan jauhkan aku dari Ramadhan-Mu. Karena disanalah kutemukan muara tangisan umat-Mu. Jangan jauhkan aku dari si lapar dan si miskin. Karena di sanalah ku menemukan-Mu.

Ya Akbar, Engkaulah Yang Maha Besar...!
Betapa kecilnya diriku dibandingkan kebesaran-Mu. Aku tak mampu melihat kebesaran-Mu dengan mata kepala. Bukalah pintu hatiku agar ada ruang bagi kebesaran-Mu. Bukalah pintu hatiku agar aku dapat melihat rahmat-Mu

Ya Razzaq, Engkaulah pemberi rezeki...!
Niat telah kuikrarkan, Usaha telah kulakukan, Tenaga telah kukerahkan, aku tak berharap kepada siapapun, Hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan. Bukalah pintu rezekiku.

Ya Ghani, Engkau Tuhan Yang Maha Kaya...!
Ada orang miskin tak bisa makan enak karena tak ada makanan, Tapi tak sedikit orang kaya yang tak merasakan kelezatan makanan karena sakit.

Ya Hakim, Engkaulah Yang Maha Bijaksana...!
Aku ingin menjadi orang yang bijaksana. Aku ingin menjadi orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Ya Alim, Engkaulah Tuhan Yang Maha Mengetahui...!
Berilah aku hikmah agar mampu melihat kebaikan-Mu. Berilah aku hikmah agar mampu menyelami tangisan dan impian saudara kami.

Ya Jabbar, Engkau Yang Maha Kuasa...!
Kepunyaan-Mulah apa yang ada di langit dan di bumi. Jangan putuskan harapanku untuk menanti nikmat-Mu ditengah kesusahan hidupku ini.

Ya Qawi, Engkaulah Zat Yang Maha Kuat...!
Tanamkan kekuatan-kekuatan dalam hatiku. Agar aku tak menyerah pada kesulitan hidup. Agar aku mampu istiqomah dalam keyakinanku.

Ya Matin, Engkaulah Zat Yang Maha Kukuh...!
Tanamkanlah kepercayaan diri dalam jiwaku. Agar aku tak merasa rendah dimata orang lain.

Ya Wasi, Engkaulah Yang Maha Luas...!
Ketika aku memberi kepada orang lain, sungguh menambah pahala bagiku. Ketika aku membantu orang lain, sungguh menambah kecintaan orang lain kepadaku.

Ya Qadir, Engkaulah Yang Maha Menentukan...!
Segala pikiran telah kucurahkan. Segala ikhtiar telah kulakukan. Suara hati telah kudengarkan. Sekarang tetapkanlah KETENTUAN-MU.

Duhai Al-Amin...
Allah Swt dan malaikat-malaikat bershalawat kepadamu. Shalawat kebajikan atas Al-Amin, semoga orang yang bershalawat kepadanya selalu diberkahi. Amin...
Aku berdiri dalam tangisan diambang senja. Yang aku tahu kematian telah dekat. Namun, adakah surga akan mempertemukan aku dengannya???

Minggu, 24 April 2011

Konvergensi teknologi informasi dan komunikasi


Konvergensi,teknologi,informasi,dan,komunikasi , www.thakereen.com/vb , منتديات الذاكرين , Konvergensi teknologi informasi dan komunikasi
Konvergensi menjadi kunci masa depan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Bahkan tak perlu menunggu waktu terlalu lama, konvergensi antara telekomunikasi, media (penyiaran) dan informatika telah hadir di sekitar kita. Secara mudahnya, lihat saja ponsel-ponsel sekarang ini, selain untuk berbicara, juga bisa mengirim SMS/MMS, mobile TV, faksimili, video call, maupun berinternet ria. Semua itu menyebabkan kita sekarang kesulitan untuk memilah-milah mana yang menjadi domain telekomunikasi, media maupun informatika, karena batas-batas ketiganya kian kabur.

Selain faktor tersebut, hal utama lainnya yang mendesak perlu direvisinya UU 36/1999 adalah peningkatan peran telekomunikasi dalam kehidupan masyarakat yang kurang diimbangi dengan perangkat hukum yang melindungi masyarakat sebagai pengguna. Padahal, dalam lima tahun terakhir, prilaku dan gaya hidup masyarakat Indonesia telah mengalami perubahan yang drastis. Karena merasakan manfaatnya, kebutuhan telekomunikasi bergeser menjadi kebutuhan pokok yang harus mereka penuhi sehari-hari. Mulai dari masyarakat maju hingga masyarakat awam, di kota-kota hingga ke desa-desa, dari mulai orang tua hingga anak-anak, dari para eksekutif hingga petani maupun buruh. Terkait dengan hal tersebut, UU yang baru nanti semestinya melindungi ketahanan negara dan bangsa serta privasi para penduduknya agar tidak diketahui dengan mudah oleh pihak-pihak asing.UU seyogyanya menjaga kaidah fair-trade, sehingga industri nasional dalam sektor teknologi informasi dan komunikasi juga maju, termasuk berkembangnya small medium and micro enterprises (SMME).
Yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengatur suasana persaingan yang kondusif, win-win dan tidak saling mematikan antara industri nasional dan para pemain asing. Dengan menjaga harmonisasi ini, diharapkan Indonesia ke depan segera akan mencapai ”Teknologi Komunikasi dan Informasi (TKI) untuk semua” secara berkelanjutan yang pada gilirannya akan mendukung kemajuan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan bukan menjadikan Indonesia hanya sekadar pasar dengan potensi pembeli yang sangat menjanjikan

R. A. Kartini


R. A. Kartini


R.,A.,Kartini , www.thakereen.com/vb , منتديات الذاكرين , R. A. Kartinihari ini adalah hari kelahiran R.A.Kartini,yang dengan perjuangannya ,kita kaum wanita bisa sejajar dengan laki-laki didalam menuntut ilmu & berkarya. Mari kita bersama-sama mengenang jasa-jasanya dengan bernyanyi!!! Pasti semua
sudah tahu cara menyanyikan lirik lagu ini. Ayooo...1...2...3...
Ibu Kita Kartini
Pencipta Lagu dan Lirik : WR Supratman
Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

-----------------


Introduce
Raden Adjeng Kartini
atau Raden Ayu Kartini, lahir di Jepara-Jawa Tengah pada 21 April 1879 dan wafat di Rembang-Jawa Tengah pada 17 September 1904 pada usia 25 tahun. Seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Pemikiran
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan Bumiputera saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Buku:
Habis Gelap Terbitlah Terang
Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.

Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903
Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.
"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.
Semoga setelah mendapat sedikit gambaran dan bahasan tentang ibu Kartini, kita menjadi lebih bisa menghargai sosok perempuan tanpa harus menyalahartikan definisi dari emansipasi wanita yang sering kali dijadikan "alat" atau pengkultusan yang -dirasa- mampu melumpuhkan hakikat seorang pria dan -sekali lagi;dirasa- meninggikan serta mengutamakan hak-hak wanita -daripada kewajibannya.

Kamis, 21 April 2011

Menyikapi Lahirnya Era Penyiaran Televisi Digital

Meski tak diwarnai dengan perayaan yang gegap-gempita, pada 13 Agustus 2008 Indonesia telah menapak ke analog_tvpintu teknologi penyiaran televisi digital. Peristiwa itu berupa soft launching siaran TV digital oleh TVRI. Langkah ini jelas akan menjadi lokomotif bagi perubahan yang bakal cukup radikal di bidang penyiaran televisi nasional.
Perubahan atau penyesuaian itu tak hanya di sisi penyedia konten dan infrastruktur penyiaran, tetapi juga di masyarakat. Sudah jamak diketahui bahwa masyarakat makin mengandalkan televisi sebagai media informasi sekaligus hiburan, yang ditandai kian tahun kian meningkat peredaran jumlah pesawat televisi. Saat ini ada sekitar 40 juta unit televisi yang ditonton lebih dari 200 juta orang.
Langkah awal perubahan ini bakal menjadi era baru bagi dunia industri televisi nasional, menggantikan era penyiaran televisi analog yang dimulai pada 17 Agustus 1962 berupa siaran percobaan TVRI dalam acara HUT Proklamasi Kemerdekaan XVII Indonesia dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Teknologi TV digital dipilih karena punya banyak kelebihan dibandingkan dengan analog. Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman/transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian penerima dengan suatu kode koreksi error (error correction code) tertentu. Kelebihan lainnya adalah efisiensi di banyak hal, antara lain pada spektrum frekuensi (efisiensi bandwidth), efisiensi dalam network transmission, transmission power, maupun consumption power.
Di samping itu, TV digital menyajikan gambar dan suara yang jauh lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak (multipath). Pada sistem analog, efek lintasan jamak menimbulkan echo yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan).
Kelebihan lainnya adalah ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile), misalnya di kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog saat ini.
Tvdigital
Standar DVB-T dan DAB
Pemerintah telah memutuskan sistem Digital Video Broadcasting-Terrestrial (DVB-T) sebagai standar nasional Indonesia karena dari hasil uji coba yang dilakukan oleh Tim Nasional Migrasi TV dan Radio dari Analog ke Digital, teknologi DVB-T lebih unggul dan memiliki manfaat lebih dibandingkan dengan teknologi penyiaran digital lainnya.
Teknologi ini mampu memultipleks beberapa program sekaligus, di mana enam program siaran dapat ”dimasukkan” ke dalam satu kanal TV berlebar pita 8 MHz, dengan kualitas jauh lebih baik. Ibarat satu lahan, yang semula hanya dapat dimanfaatkan untuk satu rumah, dengan teknologi ini mampu dibangun enam rumah dengan kualitas bangunan jauh lebih baik dan kapasitas ruangan lebih banyak. Di samping itu, penambahan varian DVB-H (handheld) mampu menyediakan tambahan sampai enam program siaran lagi untuk penerimaan bergerak (mobile). Hal ini sangat memungkinkan bagi penambahan siaran-siaran TV baru.
Bagi industri radio, secara logis akan ditentukan penggunaan teknologi DAB (Digital Audio Broadcasting) yang dikembangkan sebagai penyeimbang teknologi DVB-T sebagaimana sudah diimplementasikan di lebih dari 40 negara, khususnya negara-negara Eropa. Teknologi DAB bila dikembangkan menggunakan teknologi Digital Multimedia Broadcasting (DMB), yaitu dengan menambahkan DMB multimedia prosesor, akan mampu menyiarkan konten gambar bergerak sebagaimana siaran TV. Hal ini telah menstimulasi para pelaku industri radio untuk mengembangkan bisnisnya dengan menambah konten berupa gambar bergerak, seperti informasi cuaca, peta jalan, video clip, dan film, sebagaimana yang terjadi di industri televisi.
Berbeda dengan industri TV yang harus secara total bermigrasi ke digital karena tuntutan perkembangan teknologi, migrasi digital dalam industri radio hanya sebuah pilihan karena teknologi radio FM dianggap sudah cukup memiliki kualitas dan efisiensi yang baik. Apalagi belum lama ini pemerintah baru selesai menata ulang alokasi frekuensi radio FM yang berkonsekuensi pada perpindahan frekuensi bagi sebagian besar operator radio dan timbulnya biaya investasi tambahan bagi operator radio tersebut. Teknologi radio FM tetap akan bertahan sampai belasan tahun ke depan.
Pertimbangan migrasi
Implementasi sistem TV digital di Eropa, Amerika, dan Jepang sudah dimulai beberapa tahun lalu. Di Jerman, proyek ini telah dimulai sejak tahun 2003 untuk kota Berlin dan tahun 2005 untuk Muenchen dan saat ini hampir semua kota besar di Jerman sudah bersiaran TV digital. Belanda telah memutuskan untuk melakukan switch off (penghentian total) siaran TV analognya sejak akhir 2007. Perancis akan menerapkan hal sama pada tahun 2010. Inggris sejak akhir 2005 telah melakukan uji coba mematikan beberapa siaran analog untuk menguji penghentian total sistem analog bisa dilakukan pada tahun 2012. Kongres Amerika Serikat telah memberikan mandat untuk menghentikan siaran TV analog secara total pada 2009, begitu pula Jepang pada 2011.
Negara-negara di kawasan Asia juga sudah mulai melakukan migrasi total. Di Singapura, TV digital diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini telah dinikmati lebih kurang 250.000 rumah. Di Malaysia, uji coba siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998 dengan dukungan dana sangat besar dari pemerintah dan saat ini siarannya sudah bisa dinikmati lebih dari 2 juta rumah.
Keputusan pemerintah atas penggunaan DVB-T sebagai standar TV digital terestrial akan menjadi lokomotif terjadinya migrasi dari era penyiaran analog menuju era penyiaran digital di Indonesia. Pilihan ini membuka peluang ketersediaan saluran siaran yang lebih banyak, yang berimplikasi dalam banyak aspek. Untuk itu, peran pemerintah menjadi sangat strategis dalam mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia yang mampu mengisi dan menjadi pelaku industri penyiaran digital. Momentum penyiaran digital ini diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuh dan berkembangnya kemandirian bangsa.
Peran pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika memang terlihat cukup besar. Banyak hal yang telah dilakukan, antara lain pembentukan tiga working group (WG), yaitu WG Regulasi TV Digital, WG Master Plan Frequency, dan WG Teknologi Peralatan untuk Persiapan Implementasi TV Digital. Selain itu, telah dilakukan pembentukan konsorsium uji coba TV digital, pembagian set-top box (STB) kepada perwakilan masyarakat, sampai dengan kegiatan sosialisasi ke berbagai daerah yang melibatkan beragam unsur masyarakat.
Partisipasi aktif pemerintah dalam implementasi teknologi TV digital ini menjadi penting karena migrasi ini akan menimbulkan revolusi di bidang penyiaran. Tulisan Bambang Heru Tjahjono, ketua WG Teknologi Peralatan Depkominfo di Kompas (12/9), dengan jelas mengajak pentingnya keberpihakan pemerintah dalam pengembangan industri nasional dalam implementasi TV digital ini.
Potensi
Banyak potensi industri nasional yang perlu dikembangkan dan dilibatkan untuk berpartisipasi dalam implementasi TV digital ini, seperti PT INTI, Polytron, Panggung, dan Xirka Chipset yang sudah siap dalam industri STB nasional. Begitu pula PT LEN yang telah memfokuskan diri dalam produksi perangkat transmisi. Di samping itu, ada beberapa production house (PH) yang telah siap dalam memproduksi konten berteknologi digital. Peran aktif mereka perlu disambut dan bahkan dipacu agar dapat memberikan kontribusi yang semakin konvergen menuju implementasi teknologi TV digital ini.
Pemerintah perlu memberikan semacam insentif bagi industri nasional yang ingin berpartisipasi dalam produksi perangkat TV digital agar tidak kalah bersaing dengan pelaku industri dari negara lain yang secara agresif telah masuk ke Indonesia, seperti China dan Korea. Apalagi beberapa industri nasional kita sudah siap untuk melakukan customized produknya agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti penambahan fitur Electronic Program Guide (EPG) versi Indonesia, Early Warning System (EWS), fitur Interactivity yang lebih baik, dan tidak kalah penting fitur Peoples Meter yang dapat memberikan fungsi viewer rating dan Polling System yang merupakan komponen penting dalam industri siaran TV.
Fitur terakhir ini sangat penting agar industri TV kita tidak berada dalam kondisi ”terjajah” dan sangat bergantung kepada lembaga survei asing, yang akurasi hasil rating-nya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan

PENGGUNAAN DAN EFEK MEDIA

Melalui interaksi dengan media dan observasi terhadap orang lain, seseorang belajar tentang ekpektasi tentang mass_mediakonsekuensi dari penggunaan media yang membentuk tingkah laku mereka.  Hasil positif seperti belajar hal baru, diversi dan belajar hal baru.  Seseorang dengan sendirinya akan dapat membedakan mana yang baik dan buruk, serta melakukan suatu aksi untuk menghindari diri mereka dari media yang merugikan dan membosankan.
Khalayak membaca dan menginterpretasikan teks yang disajikan oleh media melalui cara yang aktif.  Beberapa khalayak mungkin menerima makna yang diberikan oleh media.  Tetapi beberapa khalayak lainnya menggunakan ide dan pengalaman mereka untuk menegosiasikan makna mereka sendiri,  Bahkan beberapa dari mereka menentang makna yang ingin disampaikan media.  Oleh karenanya, khalayak dianggap sebagai penonton yang aktif, bukan pasif.
Social presence atau kehadiran sosial adalah derajat dimana komunikasi melalui media memiliki tingkat sosial yang sama dengan komunikasi tatap muka.  Efek media merupakan dampak dari kehadiran sosial yang dimiliki media dimana menyebabkan perubahan di pengetahuan, sikap dan tingkah laku kita yang merupakan hasil dari menggunakan media.
Content Analysis adalah metode dasar dari penelitian dampak medi, digunakan untuk mengkarakterkan sistem dari isi media dengan menyebutkan satu demi satu tingkah laku, tema dan dan aktor yang muncul di media.  Walaupun begitu, analisis seperti itu tidak dapat diguankan untuk untuk membuat kesimpulan tentang efek yang sebenarnya dari media.  Penelitian eksperimental menguji hubungan antara penggunaan media terhadap isi media dan efeknya terhadap khalayak di bawah kondisi laboratorium yang terkontrol .  Metode survey dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada subyek yang ingin dijadikn sampel.  Walaupun begitu, hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan sebagai sesuatu yang benar.
Selama bertahun-tahun teori tentang efek media telah berevolusi.  Para peneliti sebelumnya percaya bahwa media masa dapat memberikan efek langsung kepada khalayaknya (hyperdemic needle). Tapi, belakangan mereka percaya bahwa pengaruh media massa dilemahkan oleh intervensi kelompok sosial melalui serangkaian proses multistep dan oleh kemampuan khalayak untuk secara selektif menghindari, menyalahartikan dan melupakan konten yag mereka tidak setujui.  Teori pembelajaran sosial mendeskribsikan bagaimana seseorang belajar bertingkah laku dari media visual.  Sedangkan teori kultivasi menunjukkan bagaimaan seseorang memahami dunia di sekelilingnya berdasarkan image yang ditampilkan oleh media.  Teori priming berfokus kekuatan yang dimiliki media untuk mengkatifkan citra yang telah dibuatnya menjadi seseuatu yang kita pikirkan di otak kita.
Studi ekperimental telah membuktikan bahwa menonton televisi dalam jangka waktu pendek (singkat) yang di dalamnya ada tindakan kekerasan dapat memprovokasi tingkah laku serupa pada khalayaknya, khususnya anak muda.  Laki-laki yang banyak mengonsumsi tayangan yang mengandung kekerasan dan pornografi mempunyai perasaan negatif terhadap perempuan.  Media juga dapat menguatkan peran seks dan stereotip rasis yang membawa kita pada seksisme dan rasisme.  Contoh-contoh di atas adalah dampak media terhadap tonglah laku anti-sosial.
Media juga mempunyai dampak prososial seperti membangkitkan semangat untuk bekerjasama, berbagi dan saling bertoleransi.  Kampanye yang ada di media secara efektif dapat merubah tingkah laku khalayaknya ke arah yang positif.  Salah datu contoh dari variasi media yang prososial adalah mengkombinasikan berbagai tingkat konten pendidikan dengan hiburan (edutainment), mulai dari kelas belajar jarak jauh sampai belajar melalui program entertainment.
Para pengiklan telah mebghabiskan dana yang tidak sedikit untuk memuat iklan mereka di media, baik iklan yang bersifat komersial atau politis.  Namun, iklan tersebut secara langsung hanya mempengaruhi beberapa persen dari khalayak.  Mereka yang biasanya terpengaruh oleh iklan adalah nereka yang secara relatif tidak mengetahui informasi atau tidak tertarik dengan produk tersebut.  Pengaruh interpersonal dan persepsi selektiflah yang mempengaruhi khalayak untuk mengurangi dampak dari iklan.
Teknologi informasi yang ada tidak menguntungkan semua kelompok di masyarakat.  Kelompok minoritas tertinggal jauh terbelakang dalam masa transisi ini.  Hipotesis tentang jarak pengetahuan mempredeksi bahwa usaha untuk mengurangi ketidakberuntungan kelompok yang tertinggal melalui meningkatkan akses mereka terhadap media komunikasi malah akan memperlebar jarak antara yang miskin dan yang kaya.
Media baik secara langsung atau tidak telah mempengaruhi sikap kita dalam lehidupan sehari-hari.  Mulai dari pembentukan sikap antisosial, prososial, sampai memperbesar jarak sosial.  Perkembangan teknologi komunikasi semata-mata tidak hanya memberikan perubahan yang positif tetapi juga negatif.
Sementara itu ….sekiranya perlu kita memperhatikan konsep-konsep dalam melakukan penelitian efek media
Ada 3 konsep penting yang digunakan dalam penelitian-penelitian efek media, yaitu: (Glenn G. Sparks dan Cheri W. Sparks dalam J. Bryant and D. Zillman (Eds), 2002)
1. media violence atau kekerasan di media. Yaitu isi media yang ditampilkan mengandung unsur-unsur kekerasan. Hal ini bisa berupa unsur kekerasan yang terdapat dalam film, televisi, berita, dan lain-lain. Adapun pada level individu, yang diteliti adalah terpaan isi media yang mengandung kekerasan pada individu.
2. violence menurut definisi Gerbner (1972) adalah sebagai ekspresi kekuatan fisik melawan orang lain atau diri sendiri yang ditunjukkan secara terbuka dan menimbulkan rasa sakit atau luka mendalam.
3. aggressive behavior menurut definisi Berelson (1973) yaitu segala tindakan atau sikap yang membahayakan orang lain, di antaranya melalui kontak fisik.

Kehadiran Media dan Dampaknya

Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg efefyang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet. Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat kabar pertama. Setelah revolusi industri dan teknologi, listrik yang memacu energi pabrik dan transportasi, melandasi muncul dan berkembangnya radio, film, dan televisi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan teknologi informasi yang multimedia seperti jaringan internet.
Sejak tahun 1964 komunikasi massa telah mencapai publik dunia secara langsung dan serentak. Melalui satelit komunikasi sekarang ini kita dimungkinkan untuk menyampaikan informasi (pesan) berupa data, gambar, maupun suara kepada jutaan manusia di seluruh dunia secara serentak. Perkembangan teknologi komunikasi/informasi yang bergerak cepat membawa kita menuju era masyarakat informasi, dimana hampir segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh keberadaan media yang semakin jauh memasuki ruang kehidupan manusia.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan baca tulis, selanjutnya ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media massa. Artinya media memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan manusia.
Sejauh mana dampak media terhadap khalayaknya memang masih menjadi bahan perdebatan. Elisabeth Noelle-Neumann adalah salah satu sarjana yang menganut konsep efek perkasa media massa. Ia menyebutkan bahwa media massa bersifat ubiquity, artinya serba ada. Media massa mampu mendominasi lingkungan informasi dan berada di mana-mana. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit orang menghindari pesan media massa. Sementara Richard T. La Pierre berpendapat bahwa media massa baru akan benar-benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil menjalin kedekatan dengan khalayaknya.
Untuk itu diperlukan pendekatan lain dalam melihat efek (dampak) media massa. Selain berkaitan dengan pesan dan media itu sendiri, menurut Steven M. Chaffee, pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa – penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa – individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Mahasiswa sebagai bagian dari kalangan muda dan terpelajar pada umumnya dianggap memiliki akses terhadap media lebih banyak dibandingkan masyarakat biasa. Berbagai studi juga berkesimpulan bahwa secara umum orang berpendidikan lebih banyak menggunakan media, meskipun ada variasi untuk media tertentu. Penggunaan koran berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, demikian pula dengan majalah dan buku. Meskipun demikian, tingkat pendidikan ternyata tidak banyak berhubungan dengan pemilihan media elektronik atau media siaran.
Namun harus diakui bahwa budaya minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, apalagi buku lebih mahal dibandingkan media jenis lainnya. Media elektronik lebih dekat dengan masyarakat kita, tak terkecuali mahasiswa, yang menyebabkan pengaruhnya jauh lebih besar dibandingkan media cetak.
Fakta yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa khalayak tidaklah pasif. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya (uses and gratification).
Penulis melakukan wawancara dengan sepuluh orang mahasiswa yang merupakan teman-teman yang penulis sendiri untuk melihat bagaimana pengaruh media terhadap mereka.
EFEK KEHADIRAN MEDIA MASSA
McLuhan mengatakan bahwa “Media adalah pesan itu sendiri”, yang dimaksud adalah apa yang disampaikan media kepada masyarakat ternyata lebih dari apa yang akan diterima masyarakat itu jika mereka berkomunikasi tanpa media. Artinya adanya materi cetak lebih penting dari kandungan maksud yang disampaikannya, dan keberadaan televisi lebih penting daripada apa yang ditayangkannya.
Kita tidak harus setuju dengan McLuhan, misalnya bahwa isi pesan tidak sepenting media itu sendiri, namun kita sepakat tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffee menyebut lima hal: 1) Efek ekonomis, 2) efek sosial, 3) efek pada penjadwalan kegiatan, 4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan 5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek ekonomi sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha. Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi social akibat kehadiran media massa.
Efek ketiga, penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, terjadi terutama dengan kehadiran televisi. Kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film. Gejala ini disebut oleh Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effects” (efek alihan) yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televise; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi.
Dua efek lainnya yaitu, hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikan.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut; boleh jadi faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apa pun yang disiarkannya.
Efek kehadiran media massa secara fisik pada kalangan mahasiswa yang paling menarik adalah efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari. Kehadiran televisi sangat dominan mengubah jadwal kegiatan sehari-hari mereka seperti waktu bermain, tidur membaca, atau kegiatan lainnya.
Hampir seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai lebih memilih menonton televisi ketimbang membaca buku. Dari sepuluh orang yang diwawancarai, hanya satu orang saja yang seimbang membagi waktu antara membaca buku dan menonton televisi. Waktu untuk membaca buku kadang-kadang terganggu oleh hadirnya acara yang menarik di televisi.
Jadwal tidur pun tergantung pada kehadiran acara tertentu di televisi. Seorang mahasiswa mengaku baru tidur pada dini hari karena acara tertentu hanya disiarkan selepas tengah malam. Sementara mahasiswa lain mengubah jadwal bangun tidurnya menjadi lebih pagi untuk menonton news pagi atau infotainment. Pada jam-jam tertentu seperti pukul 20.00 sampai dengan 22.00, kebanyakan mereka berada di dalam rumah untuk menonton acara (prime time) yang memang mendapat rating tinggi.
Tiga dari sepuluh mahasiswa bekerja di luar jam kuliah. Namun waktu yang dua di antara mereka habiskan untuk menonton televisi juga tidak berbeda jauh dari mereka yang tidak bekerja. Artinya mereka meluangkan waktu untuk menonton televisi dan mengurangi waktu mereka untuk kegiatan lainnya.
Efek alihan juga tidak hanya terjadi pada televisi saja. Seorang responden lebih banyak menghabiskan waktu menonton DVD selama berjam-jam pada malam hari sehingga waktu tidurnya berkurang banyak. Dampak yang terjadi adalah terlambat masuk kuliah atau tidak masuk karena kelelahan. Waktu untuk kegiatan lainnya pun praktis berkurang banyak, seperti tak ada waktu untuk membaca buku, belajar, sampai mengerjakan tugas kuliah. Kecanggihan teknologi multimedia juga mampu membuat seseorang merelakan waktu bermainnya. Seorang responden yang memiliki kegiatan berorganisasi di luar jam kuliah ternyata juga tidak mengurangi waktunya untuk menonton televisi. Selain menonton televisi, ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku atau browsing di internet. Akibatnya ia tidak memiliki cukup waktu untuk bermain atau bersantai.
Dari sepuluh mahasiswa hanya dua orang yang tidak banyak mengalami efek kehadiran media massa secara fisik. Satu orang memiliki pekerjaan di luar jam kuliah, sementara seorang lagi mengaku lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat karena jarak antara kampus dan rumahnya cukup jauh.
Efek kehadiran media selanjutnya adalah hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa ia membaca buku sebelum tidur untuk membantunya lebih mudah mengantuk. Ia tidak mempersoalkan isi pesan yang terkandung di dalam buku atau majalah yang ia baca selama itu bisa membantunya tidur.
Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Tujuh orang mahasiswa memiliki perasaan positif pada televisi, sementara tiga lainnya menyatakan kecintaannya dalam menonton televisi dimana seorang di antara mereka bahkan menghabiskan waktu 12 jam sehari untuk menonton televisi. Hanya tiga orang yang memiliki perasaan yang sama terhadap buku, terutama buku-buku pengembangan diri, agama, dan komik. Dalam setahun kesepuluh orang mahasiswa hanya membeli rata-rata 5 buku dalam setahun. Di antara mereka hanya dua orang yang membeli di atas sepuluh buku dalam setahun, diantaranya termasuk komik. Komik adalah jenis media cetak yang paling dekat dengan mahasiswa yang penulis wawancarai dibandingkan jenis media cetak lainnya. Sementara seorang mahasiswa lebih memilih media cetak seperti majalah dan surat kabar yang menurutnya lebih dekat dengan kehidupannya sehari-hari.
EFEK KOGNITIF MEDIA MASSA
Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi.
Wilbur Schramm (1997:13) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.” Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna.
Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau realitas tangan-kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip. Para kritikus social memandang media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti sampai di situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya.
Dampak media massa – kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu – telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Di sinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita (McCombs danShaw, 1974:1). Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”, tetapi mempengaruhi “what to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media membentuk citra atau gambaran dunia kita seperti yang disajikan dalam media massa.
Selain terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga media massa tertentu berperan juga dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang baik. Ini disebut efek prososial kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat.
Media massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau waktu yang tidak kita alami secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap realitas yang hendak ditampilkan, sehingga dampaknya adalah menimbulkan perubahan kognitif tertentu di antara individu-individu khalayaknya.
Hampir seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai mengkonsumsi media sebagai hiburan. Fungsi informatif media terutama televisi hanya menempati posisi kedua. Sementara pengetahuan serta wawasan yang didapat dianggap sebagai “bonus” dari menonton televisi. Enam dari sepuluh orang memasukkan news sebagai salah satu acara yang ditonton setiap hari, selebihnya adalah acara hiburan seperti infotainment, musik, komedi, film, film kartun dan reality show. Seorang mahasiswa menyebutkan bahwa ia juga menonton acara talk show selain news dan hiburan.
Acara news dan talk show membantu mahasiswa untuk mengenali permasalahan atau peristiwa yang tengah terjadi di dunia atau minimal di dalam negeri. Enam orang rutin mengikuti acara news di televisi, sementara dua di antaranya juga aktif membaca surat kabar. Efek terhadap kognisi dari enam mahasiswa ini dapat diamati dari cara pandang mereka terhadap sesuatu. Dua orang yang membaca surat kabar serta menonton news di televisi relatif memiliki wawasan yang lebih luas di antara yang lainnya. Informasi yang disajikan televisi, khususnya saluran televisi berita terbukti berguna bagi dua orang yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Sesuai dengan teori agenda setting, media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Penonton berita memiliki pengetahuan dan ketertarikan yang sama tentang suatu persoalan yang sedang ditampilkan oleh media massa. Demikian pula yang terjadi pada pemirsa infotainment, bahan pembicaraan mereka berkisar seputar artis yang sedang gencar ditampilkan di acara infotainment.
Media massa memilih informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk persepsinya tentang berbagai peristiwa. Dampaknya mahasiswa yang memilih media televisi memperoleh informasi secara tidak lengkap, karena media siaran merupakan media penyampai informasi yang handal namun bukan media penafsir informasi yang baik. Prinsip agenda setting semakin mengerucutkan informasi apa saja yang diterima dan mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh khalayak. Informasi yang telah diseleksi dan tidak lengkap menimbulkan persepsi yang hampir seragam pada mahasiswa yang menonton televisi, yang terkadang keliru. Pengetahuan yang mereka perolehpun hanya sebatas permukaan bila dibandingkan responden yang mengkonsumsi media cetak seperti majalah, surat kabar atau buku.
Acara televisi dewasa ini lebih banyak diisi oleh acara-acara hiburan serta sinetron yang banyak menampilkan kehidupan glamor dan kemewahan yang kontras dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dampaknya, khalayak mendapatkan gambaran versi media mengenai apa itu kebahagiaan. Mereka yang tergantung pada media seperti televisi cenderung menganggap informasi yang didapatnya dari media sebagai sebuah kebenaran, akibatnya mereka rentan terhadap terpaan pesan yang memiliki muatan tertentu. Penonton sinetron atau infotainment cenderung berorientasi pada materi atau gaya hidup yang mengikuti trend. Mahasiswa penonton sinetron dan infotainment yang penulis amati, sebagian memiliki kecenderungan seperti itu. Prioritas mereka dalam hidup, misalnya, antara lain hendak memenuhi kebutuhan mereka akan gaya hidup yang menurut mereka ‘modern’. Sementara bagi yang lainnya, juga pemirsa televisi, ketika ditanya mengenai prioritas hidup mereka berniat membangun usaha untuk masa depan (walaupun dalam bahasa yang berbeda, namun memiliki orientasi yang sama).
Efek negatif lain dari media televisi adalah merusak kesabaran masyarakat bagi tumbuhnya masyarakat demokratis. Acara maupun iklannya, karena keterbatasan waktu, sering melukiskan ditemukannya berbagai solusi dengan begitu cepat dan gampang. Hampir semua mengaku bahwa tujuan utama mereka berkuliah adalah untuk mendapatkan pekerjaan kelak, bukan mendapatkan ilmu. Informasi ini lebih mendominasi dibandingkan bahwa keahlian dan ilmu jauh lebih berguna ketimbang gelar. Akibatnya banyak mahasiswa yang menganggap mata kuliahnya sebatas hafalan wajib atau dengan kata lain tidak cukup bermanfaat untuk didalami. Di sini kita temukan adanya indikasi pemikiran serba instan, atau kurangnya penghargaan terhadap kerja keras.
Efek kognitif pada penonton DVD pada tiap orang berbeda, dan lebih sulit diukur. Tidak seperti media televisi yang demokratis, dalam arti dapat dinikmati khalayak dari berbagai kalangan, DVD dikonsumsi berdasarkan kebutuhan (Uses and Gratifications) oleh khalayak yang lebih terbatas. Seorang mahasiswa penonton DVD yang penulis temui ‘meninggalkan’ media-media lainnya dan hanya terfokus pada media yang satu ini. Sebagai seorang mahasiswa, pilihannya pada media DVD untuk memenuhi kebutuhannya membentuk persepsi bahwa dunia tidak seserius yang dibayangkan seorang pemerhati acara news dan talk show misalnya. Cara pandangnya terhadap perkuliahan pun hanya sekedar proses mencari gelar yang akan mempermudahnya mencari pekerjaan kelak. Sisi positifnya, film-film yang ditontonnya (sebagian besar film populer remaja) memberikan informasi mengenai tata cara pergaulan dan bagaimana cara mengatasi persoalan dalam kehidupan. Sisi negatifnya selain yang telah disebutkan di atas adalah prioritasnya dalam hidup tak lebih dari mendapatkan kesenangan atau kemudahan dalam hidup.
Sementara pembaca buku lebih unggul dalam mengumpulkan informasi yang ia terima dibandingkan media massa lainnya. Seluruh mahasiswa yang penulis wawancarai bukan termasuk pembaca buku kelas berat. Rata-rata buku yang dibaca adalah novel dan komik. Pada urutan selanjutnya adalah buku-buku populer serta buku pengembangan diri. Buku-buku ilmiah atau pengetahuan hanya dibaca ketika tugas kuliah mengharuskan mereka melakukannya. Informasi yang bersifat menghibur dari novel dan komik dapat menumbuhkan imajinasi pada seseorang. Imajinasi dapat mendorong seseorang untuk berpikir kreatif atau sebaliknya, menjadi pengkhayal.
EFEK AFEKTIF MEDIA MASSA
Baron (1979); Fishbein and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975 (dalam Baron, 1979) mendefinisikan sikap sebagai kesatuan perasaan (feelings), keyakinan (beliefs), dan kecenderungan berperilaku (behavior tendencies) terhadap orang lain, kelompok, faham, dan objek-objek yang relatif menetap.
Ada tiga komponen sikap yaitu (1) afektif (affective), yang didalamnya termasuk perasaan suka tidak suka terhadap suatu objek atau orang; (2) kognitif, termasuk keyakinan tentang objek atau orang tersebut ; dan (3) perilaku, yaitu kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.
Dalam kaitannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang berkenaan dengan faktor personal).
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Oskamp, 1977:149).
Artinya semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang (Asch, 1952:563-564).
Singkatnya, sikap ditentukan oleh citra. Pada gilirannya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber informasi yang paling penting adalah media massa.
Para peneliti kebanyakan tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa. Berbagai dalih dikemukakan, namun ada satu yang dapat menjelaskan dengan lebih baik mengapa demikian. Menurut Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Tidak akan ada teori sikap atau aksi-sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.
Efek afektif media tentu saja ada, jika tidak demikian maka tidak ada gunanya segala upaya publik relation yang banyak dilakukan oleh politikus atau pengusaha di media. Media televisi punya dampak yang besar pada afeksi khalayaknya. Lewat televisi khalayak merasa terlibat secara emosional dengan tokoh yang ditampilkan. Contoh yang terbaru adalah gencarnya pemberitaan media tentang Obama, membuat khalayak yang paling tidak berkepentingan pun ikut gembira dengan kemenangannya. Demikian yang terjadi pada beberapa mahasiswa yang penulis temui. Namun seseorang yang memiliki informasi atau pengetahuan yang lebih luas tidak akan serta merta terpengaruh oleh realitas buatan media. Seorang mahasiswa yang termasuk kategori ini bahkan skeptis dan cenderung sinis dengan euphoria kemenangan Obama. Baginya kebijakan AS tak mungkin berbeda jauh siapapun pemenangnya. Sebaliknya beberapa responden juga menyatakan ketidakpeduliannya karena hal tersebut kurang menarik perhatian mereka bukan karena informasi atau pengetahuan mereka lebih baik.
Seperti yang dikemukakan Oskamp, pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok. Khalayak tidaklah seragam, mereka memiliki keunikan dan kesadaran individu. Bahkan dalam satu kelompok mahasiswa, penulis mendapatkan fakta-fakta yang jauh berbeda dan berlawanan.
Dalam studi komprehensifnya mengenai dampak media massa, Joseph T. Kappler melaporkan bahwa orang-orang mencari hiburan acapkali karena mereka ingin melepaskan tekanan emosinya dari beratnya kehidupan sehari-hari. Mereka ingin menentramkan perasaan dengan cara membaca komik, menonton film bioskop, serta menikmati acara hiburan di radio dan televisi. Di samping itu, hiburan juga berfungsi sebagai elemen penting kehidupan yang baik, bahkan juga bisa berfungsi sebagai simbol status. Paling tidak, hiburan membantu seseorang merasa gembira. Responden yang merupakan pembaca komik lebih memiliki sense of humor yang lebih tinggi.
Komik hiburan, novel, maupun film atau kartun, mampu mempengaruhi emosi (afeksi) pembaca atau penontonnya dengan lebih baik dari berita di surat kabar atau televisi. Mahasiswa yang memanfaatkan media sebagai hiburan, memiliki imajinasi atau daya khayal yang cukup tinggi. Prioritas hidup mereka juga lebih variatif, dan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan emosional (afeksi) mereka. Seorang mahasiswa yang merupakan pembaca buku, komik, suratkabar sekaligus pemirsa televisi, mempunyai cita-cita untuk melakukan perbaikan sosial terutama dimulai dari kalangan remaja. Kebetulan ia adalah seorang aktivis organisasi remaja muslim. Kepeduliannya pada kondisi remaja sekarang ini dipengaruhi oleh informasi yang ia peroleh dari media, sementara komik maupun novel tertentu turut mendukung sikap kritisnya terhadap kejahatan, masalah sosial, memperteguh harapan dan kedermawanan, sekaligus menebalkan semangat kerja kerasnya. Film kartun dan komik jepang yang banyak beredar sekarang ini memang banyak menyuguhkan khayalan serta kekerasan, namun di sisi lain mengandung pesan yang berhubungan dengan nilai-nilai kerja keras, kebaikan, semangat menolong orang lain, dan pesan moral bahwa kejahatan selalu kalah pada akhirnya. Sisi negatifnya, komik dan film kartun tidak membantu para mahasiswa untuk berpikir rasional, sebaliknya menciptakan pemikiran yang lebih emosional.
EFEK BEHAVIORAL MEDIA MASSA
Perilaku meliputi bidang yang luas, dalam kaitannya dengan tema makalah ini yang kita pilih ialah efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima (efek prososial behavioral).
Efek prososial media massa dapat dijelaskan oleh teori Belajar Sosial dari Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil factor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar social dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorangtertentu atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling – misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas social. Melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televisi, misalnya, dan dapat mempraktekkan perilaku itu dalm kehidupannya.
Menurut Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya. Selain pengaruh factor personal, faktor-faktor lain sebagai penentu dalam pemilihan apa yang akan diperhatikan dan diteladani adalah: karakteristik demografis, kebutuhan, suasana emosional, nilai, dan pengalaman masa lalu.
Setelah pengamatan, proses selanjutnya adalah penyimpanan hasil pengamatan dalam pikiran untuk dipanggil kembali saat akan bertindak sesuai teladan yang diberikan. Kemudian pada proses reproduksi motoris seseorang menghasilkan kembali perilaku teladan atau tindakan yang diamatinya. Pelaksanaan perilaku teladan dapat terjadi ketika dikuatkan dengan suatu penghargaan atau motivasi. Inilah yang disebut proses motivasional.
Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana kita mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku khalayaknya. Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Hampir semua responden yang penulis amati berperilaku mengikuti trend yang ditampilkan oleh televisi. Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis dalam sinetron, penggunaan produk-produk yang ditampilkan oleh iklan, sampai cara mengemukakan pendapat ala mahasiswa yang identik dengan demonstrasi dan membakar ban di jalan raya.
News, talkshow, sampai parodi politik mendorong pemirsanya bersikap kritis dan reaktif terhadap kebijakan pemerintah maupun kondisi sosial yang ada. Mahasiswa belajar dari tayangan-tayangan televisi tersebut bagaimana cara menghadapi permasalahan sosial maupun politik. Persoalannya memang tidak semua mahasiswa pemirsa tayangan televisi seperti news atau talkshow politik yang akan berperilaku kritis atau radikal seperti demonstrasi maupun bergabung dengan gerakan kiri misalnya. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan memanggil kembali saat mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi. Motivasi bergantung pada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong seseorang bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self-reinforcement). Jadi, contoh untuk berdemonstrasi di televisi atau suratkabar baru berhasil bila ada iklim yang memungkinkannya, misalnya bila orang lain tidak mencemooh atau mau menghargai tindakan kita.
Seseorang juga akan terdorong melakukan perilaku teladan bila ia melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendapat ganjaran (pujian, penghargaan, status dan sebagainya). Tetapi melihat orang lain melihat orang lain mendapat gamjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani akan membantu terjadinya proses reproduksi motorik.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan melakukan demonstrasi bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak media terhadap khalayak mahasiswa secara umum adalah:
1. Efek kehadiran media; sebagian besar mahasiswa memiliki perasaan positif pada media televisi dibandingkan media lainnya. Karenanya televisi lebih mendapat kepercayaan sebagai sumber informasi dan hiburan. Efek kehadiran televisi pada mahasiswa adalah penjadwalan ulang berbagai kegiatan. Kegiatan mereka, termasuk kuliah, ikut terpengaruh oleh jadwal acara televisi yang mereka tonton.
2. Efek Kognitif media; media merupakan sumber informasi yang membantu mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan mengenai berbagai aspek kehidupan. Efek kognitif yang positif memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa dan membantunya memahami berbagai persoalan. Efek negatifnya adalah memberikan pandangan yang keliru atau parsial mengenai dunia, juga menanamkan ideologi tertentu yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya kemudian. Namun efek kognitif yang positif masih kurang di kalangan mahasiswa. Efek kognitif inilah yang mendasari perubahan sikap dan perilaku seseorang dan mempengaruhi prioritasnya dalam hidup.
3. Efek afektif media; selain memberikan informasi, media memberikan efek emosional pada diri khalayaknya. Efek afektif media diantaranya mampu mempengaruhi khalayak mahasiswa untuk lebih peduli pada masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
4. Efek behavioral media; media juga dapat mempengaruhi perilaku khalayaknya. Sebagian besar, jika tidak semua, mahasiswa mengikuti teladan yang diberikan media. Perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan televisi banyak ditiru di kehidupan nyata.

Kontes Idola dan Efek Jangka Panjang

Tulisan ini saya sampaikan sebagai bentuk apresiasi terhadap tayangan-tayangan televisi yang melibatkan anak-anak seumuran Sekolah Dasar sebagai obyek Ekploitasi Media, dan tulisan saya ini untuk memenuhi tugas sebagai pengganti Ujian Semester Ganjil Mata Kuliah Riset Media Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa media televisi bagai dua mata pisau, disatu sisi pisau memberi manfaat dan di satu sisi pisau membawa bencana, tinggal kita memanfaatkannya. Perkembangan televisi dan beragam kontennya menerpa kehidupan kita, bila kita telaah hampir 15 tahun televisi membentuk karakter hidup dan sistem lingkungan. Anak-anak usia balita hingga remaja umumnya tidak pernah lepas dari media televise, celakanya mereka menganggap kehidupan di televisi sama dengan kehidupann nyata. Sudah berapa banyak terjadi kejahatan anak-anak yang disebabkan tayangan televisi, sebagi contoh era Film Smack Down yang ditiru anak-anak hingga banyak korban karena temannya, yang terinspirasi film tersebut. 
Lantas bagaimana halnya, dengan kontes Idola Cilik yang diadakan sejumlah Stasiun TV Swasta di tanah air tercinta ini, sepertinya sudah diterima masyarakat luas, terbukti dengan peran serta aktif dengan memberikan sumbangan dan dukungan berupa SMS kepada kontestan, menjadi trend budaya kini. Acara kontes-kontesan semacam ini berpengaruh luas. Acara ini punya banyak penggemar, dan punya daya dorong yang besar agar sang penggemar menirunya.
Bila kita amati sekilas, acara tiruan Akademi Fantasy Indonesia (AFI) ini cukup menghibur. Ketika di panggung, ada anak yang lupa ditengah-tengah ceramahnya. Bahkan ada yang tidak berbicara sama sekali karena kelewat nervous. Walaupun, banyak juga yang mampu membawakannya dengan gemilang. Kepolosan anak-anak ini jadi tontonan. Mampu membuat orang tua tersenyum geli sekaligus bangga.
Sepintas lalu, acara kontes-kontesan seperti ini membawa efek yang positif. Acara ini melatih anak berani tampil di muka umum, ajang untuk menyalurkan bakat. Coba kita lihat apa yang mesti dilakukan anak untuk tampil di Pemilihan Da’i Cilik (Pildacil), mereka berusaha menghafal ayat Al-Qur’an, Hadist-Hadist atau doa-doa. Bukankah ini positif? Ya efek-efek positif itu memang ada. Tapi tidak berlebihan kiranya jika kita katakan bahwa efek-efek positif yang ada tidak sebanding dengan dampak negatifnya. Benar, efek positif itu hanya ada di permukaanya saja. Jika kita selami secara obyektif, acara semacam ini merusak mental anak-anak di kemudian hari.
Dimana Efek Negatifnya?
Pengamatan ini, saya tujukan untuk kontes-kontes idola yang diikuti oleh anak seumuran SD. Kontes idola yang saya maksudkan adalah kontes-kontes seperti AFI Junior, Idola Cilik, bahkan Pildacil. Mengapa fokus saya lebih pada kontes-kontes yang diikuti anak-anak seumuran SD dan bukan, kontes-kontes yang diikuti oleh peserta yang lebih dewasa? Saya jawab, karena usia SD adalah usia-usia penting. Usia-usia yang akan sangat menentukan kehidupan selanjutnya dari seorang anak manusia.
Setiap orang yang pernah melihat acara Idola Cilik akan tahu dampak negatifnya. Simaklah lagu-lagu yang dibawakan oleh para pesertanya. Semuanya lagu-lagu orang dewasa, lagu-lagu tentang cinta, lagu-lagu tentang pemujaan seorang gadis. Bukan cuma lirik lagu yang terlalu rumit. Melodi lagunya pun cukup kompleks untuk anak seusia mereka. Anak-anak memang bisa mengucapkan kata-kata di lagu itu. Tapi belum tentu mereka faham dengan maknanya.
Masih ingat, lagu-lagu ciptaan Bu Kasur atau A.T. Mahmud jauh lebih tepat bagi anak-anak. Kedua, pengarang lagu anak-anak itu menulis lagu yang selaras dengan perkembangan kejiwaan seorang anak. Melodi lagu ciptaan mereka sederhana. Kata yang digunakan untuk lirik, lugas dan dipahami anak-anak. Simaklah lagu Naik Delman, Balonku atau lagu anak-anak yang lain. Bandingkan dengan lagu Goyang Dombretnya Ika Bella atau Surti Tejo nya Jamrud misalnya. Beda sekali bukan ?
Sekarang kita lihat gaya mereka di atas panggung. Saya pernah melihat peserta Idola Cilik yang bergoyang dangdut. Sexy sekali. Pinggul dan dadanya meliuk-liuk layaknya penyanyi dangdut dewasa. Kita harus prihatin. Saat beberapa waktu lalu kita dibuat heboh dengan goyang ngebor-nya Inul, saat ini anak-anak kita ngegol tak kalah panas.
Berikutnya, perhatikan pakaian yang mereka kenakan. Anak-anak yang lugu itu tidak lagi tampak sebagai anak-anak. Bagi saya, pakaian-pakaian itu tidak pantas bagi mereka. Apakah tidak ada yang tahu bahwa pakaian pun akan berpengaruh pada kejiwaan seorang anak? Anak-anak yang awalnya nyaman berpakaian kaos, yang memudahkan mereka bergerak aktif, kini harus mengenakan pakaian yang “berat”. Pakaian orang dewasa yang ‘ribet’.
Pembaca, sekarang mari kita beralih ke Pildacil. Dalam kontes ini ada satu dampak negatif yang saya lihat. Begini, saya tegaskan disini bahwa tidak semua orang punya hak untuk berbicara masalah agama (baca: Islam). Yang punya hak adalah mereka yang telah mempunyai ilmu tentang agama ini secara memadai. Tetapi hal ini diabaikan oleh pengelola televisi. Mereka melihat hal ini sebagai peluang untuk memperoleh pemirsa yang sebanyak-banyaknya. Mereka menjadikan agama sebagai komoditi yang menguntungkan. Tuntunan menjadi tontonan. Sedikit banyak pemikiran ini akan menular pada anak-anak kita. Orientasi mereka belajar agama adalah untuk mendapatkan popularitas dan materi. Ini kesalahan yang besar dan fatal.
Efek – efek negatif yang umum ada di tiap acara kontes-kontesan. Pertama, tiap acara kontes pasti menyertakan penggunaan SMS dari pemirsa sebagai bentuk dukungan terhadap peserta favorit. Tidak hanya sampai disini, SMS yang masuk akan diundi untuk mendapatkan hadiah jutaan rupiah. Tidakkah kita mengindahkan fatwa MUI yang menyatakan bahwa SMS serupa ini sebagai bentuk judi? Anak-anak kita dalam usianya yang teramat dini telah diajari berjudi.
Kedua, apapun yang dilakukan anak-anak di panggung pasti merupakan ajaran orang dewasa di sekeliling mereka. Mulai dari pemilihan lagu, pakaian, gaya di panggung dan perkataan-perkataan mereka merupakan petunjuk dari orang tua. Tahukah kita apa dampaknya bagi anak-anak jika segala sesuatu yang mereka lakukan merupakan arahan, pilihan, dan pengaruh dari orang tua?
Anak-anak akan berfikir bahwa hanya pihak yang memegang otoritaslah yang berhak memutuskan apa yang harus dikerjakan. Mereka hanya akan menunggu perintah. Padahal, kita semua tahu bahwa tiap anak punya potensi untuk menjadi kreatif. Tapi semua tindakan negatif dari orang-orang dewasa telah mematikan potensi mereka sebagai anak yang polos dan mempunyai imaginasi di usianya.
Ketiga, lagu-lagu, pakaian bahkan gaya yang ditiru habis habis dari orang dewasa membuat anak-anak kita menjadi dewasa lebih cepat. Ingatkah kita pada pepatah yang berbunyi: Perjalanan seribu mil, dimulai dengan langkah pertama? Pepatah ini mengajarkan pada kita bahwa semua yang ada di dunia ini berjalan melalui proses. Seperti anak tangga yang harus dititi satu demi satu. Jika kita tidak sabar dan ingin segera sampai dipuncak tangga dengan cara melompatinya, hal ini akan menjadi preseden buruk buruk.
Pemecahan Masalah
Mengetahui itu semua, kita harus memperhatikan semua yang dikonsumsi oleh anak-anak kita. Selama ini kita baru memperhatikan asupan gizi pada mereka. Kita lupa dalam memperhatikan segala asupan yang akan berpengaruh pada mental mereka.
Sebagai pengganti acara TV yang belum juga membaik, kita punya banyak buku-buku bermutu, sudahkah kita kenalkan anak-anak kita pada buku-buku itu? Kalaupun bukan dengan buku masih sedikit tersisa film kartun dan tayangan-tanyangan yang baik bagi perkembangan anak-anak kita. Dampingi anak-anak kita menonton Dora the exploler atau Go Diego go. Ke dua film kartun ini bagus dan ada unsur edukasinya. jangan Film macam Tom & Jerry, Sponge Bob, Crayon Sinchan yang membuat anak jadi judes dan tukang ngeyel.
Untuk acara kontes-kontesan, sebaiknya kita menahan diri untuk tidak menontonnya. Mudah-mudahan anak-anak kita juga meniru perilaku kita ini. Mudah-mudahan kita tidak latah dengan membuat acara serupa itu di sekolah atau di kampung-kampung kita sendiri. Sebab, acara kontes-kontesan seperti itu, sejatinya adalah racun yang meluluh lantakkan moral dan potensi anak-anak kita.
Dan ingat, anak – anak ibarat kertas putih kosong, pengalaman di usianya akan membekas sampai dewasa nanti, dan otomatis membentuk karakter hidupnya.Akankah kita menunggu fatwa para ulama “Mengharamkan TELEVISI” sebagaimana FACE BOOK (dengan ketentuan-ketentuan FB untuk pornowicara, voyeurism dan penyimpangan2 sosial lainnya).

Televisi sebagai Media Pelestarian Seni Pertunjukan Tradisional

Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya dengan media massa; demikian wayang-kulit2]juga sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia dengan segala isi dan peristiwanya. Hal ini disebabkan karena hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa.
Media massa mempunyai tugas dan kewajiban–selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi–untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud (berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya)–dari yang kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan – tanpa ada batasan kurun waktu.
Oleh karenanya, dalam komunikasi melalui media massa, media massa dan manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling memerlukan. Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasinya baik untuk kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau institusi lainnya; di lain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan, publikasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Televisi sebagai media publik mempunyai daya tarik yang kuat tidak perlu dijelaskan lagi, kalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka televisi selain ketiga unsur tersebut, juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman, sedang televisi itu selain menyajikan film juga programa yang lain seperti seni tradisional. Sesuai fungsinya, media massa (termasuk televisi), selain menghibur, ada tiga fungsi lainnya yang cukup penting. Harold Laswell dan Charles Wright (1959) membagi menjadi empat fungsi media (tiga dicetuskan oleh Laswell dan yang ke empat oleh Wright). Keempat fungsi media tersebut adalah:
- Pengawasan (Surveillance)
- Korelasi (Correlation)
- Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)
- Hiburan (Entertainment)
Belum lama kita menghadapi masalah yang cukup menghebohkan lantaran budaya tradisional negeri kita tercinta ini dianggap telah dicuri oleh salah satu negeri tetangga. Semisal batik, angklung hingga lagu-lagu rakyat. Pencurian budaya tradisional itu menimbulkan amarah rakyat Indonesia yang tidak rela budaya mereka diakui sebagai milik negara lain.
Namun permasalahan itu juga membuat kita tersentak bahwa selama ini ternyata kita telah mengabaikan budaya tradisional sendiri sehingga kecolongan oleh bangsa lain yang lebih pandai memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Apakah kita memang patut dipersalahkan karena ternyata gagal melindungi budaya bangsa sendiri? Nah, ketika masyarakat kita lalai memberi cap tersebut pada produk budaya sendiri, terjadilah pencurian budaya oleh bangsa lain yang kemudian diklaim sebagai produk budaya bangsa tersebut. Untuk itu harus ada perlindungan budaya yang lebih jelas maka diperlukan sebuah undang-undang yang khusus untuk perlindungan karya budaya tradisional. Keanekaragaman budaya Indonesia yang terdiri dari ribuan etnis itu harus bisa dipatenkan agar tidak dicuri oleh bangsa luar untuk kepentingan sendiri. Selain itu, generasi muda kita sebagai produk modernisme semakin kurang tertarik terhadap hal-hal yang berbau tradisi karena dianggap kuno, ketinggalan zaman dan hanya milik generasi tua belaka. Menghadapi keadaan itu, pemerintah dan segenap kelompok masyarakat yang peduli sebenarnya tidak tinggal diam.Mereka lebih senang akan budaya pop / modern Karena bagaimanapun budaya tradisional patut dilindungi dan dilestarikan.
Sesungguhnya bila kita telaah dan kita kaji secara komprehensif, dalam budaya tradisional terkandung nilai-nilai luhur pembentuk jati diri bangsa. Ketika nilai-nilai ini hilang dan tidak lagi dimengerti oleh generasi muda maka, mereka hanya akan memiliki nilai-nilai global, dan hilanglah jati diri bangsa Indonesia ini. Masalahnya upaya-upaya pemeliharaan dan pelestarian budaya tradisional sampai saat ini tidak begitu mudah dilakukan di tengah serbuan budaya modern dari luar. Transformasi nilai-nilai seni ke dalam masyarakat luassangat bermanfaat, karena seni bisa menjadi penyejuk bagi kepesatan kemajuan sains dan teknologi yang tidak jarang mengabaikan kehalusan rasa seni dan pendidikan seni berperan sebagai filter bagi peradaban.
Selain masalah internal seperti kurang ketertarikan masyarakat Indonesia terutama generasi mudanya dan upaya pelestarian yang belum terasa gaungnya, juga terjadi masalah eksternal. Seiring dengan perkembangan zaman modern produk budaya bukanlah milik kolektif seperti ketika masa agraris melainkan milik individualis atau sekelompok etnis. Oleh karena itu, segala produk budaya termasuk kesenian kontemporer maupun tradisional pun diberi cap milik individu atau sekelompok masyarakat, bahkan sebuah bangsa.
Apabila suatu kesenian sudah hilang spiritnya, tinggal batang tubuhnya saja, maka suatu kesenian ibarat pria impoten atau wanita vrigid , diam tak bergairah.Mungkin tinggal arang untuk pantas-pantas, dengan pelbagai kostum dan make upnya, tetapi tanpa pijar yang merupakan sumber tenaga kesenian itu. Dia tidak bisa tegang lagi, tanpa rangsang hidup yang sanggup membangkitkan nyali . Sesungguhnya yang ada hanya ampas kesenian, bukan kesenian yang sesungguhnya. (Linus Suryadi AG,1982)
Di samping itu, walau tidak mudah upaya-upaya pelestarian budaya, kita harus tetap gencar melakukannya dengan berbagai cara diantaranya adalah pementasan-pementasan seni budaya tradisional di berbagai pusat kebudayaan atau tempat umum yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya pelestarian itu akan berjalan sukses apabila didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan adanya sosialisasi luas dari media massa termasuk televisi. Maka cepat atau lambat, budaya tradisional kembali akan bergairah.
Bila seni merupakan ‘perilaku estetis ‘ yang dimlilki oleh setiap manusia, maka cara untuk meningkatkan kemampuan ada dua macam, yaitu lewat trained action (pembelajaran) tradisional yang biasanya berlangsung di lingkungan keluarga atau padepokan, dan trained action modern yang biasa dilakukan lewat lembaga yang menawarkan pendidikan, baik pendidikan formal yaitu sekolah maupun non formal yaitu sanggar-sanggar seni atau studio.(Juju Masunah & Tati Narawati,2003).
Lantas bagaimana dengan media Televisi, Indosiar sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang peduli budaya tradisional sebenarnya telah lama melakukan upaya pelestarian tersebut, bahkan sejak awal Indosiar berdiri. Pemirsa setia Indosiar tentu masih ingat tayangan dini hari pada akhir pekan beberapa waktu lalu yang menyajikan wayang kulit, kesenian tradisional dari pesisir Jawa Tengah. Saat itu para penggemar wayang kulit yang tadinya sukar menyaksikan kesenian kesayangan mereka itu karena langkanya pementasan di berbagai tempat dan juga jauh dari tempat tinggal, akan mudah menikmatinya di layar kaca tanpa harus beranjak dari rumahnya.
Saat itu, pencinta wayang kulit dapat menyaksikan bagaimana pertunjukan oleh dalang Ki Manteb Sudarsono yang terkenal sebagai dalang setan karena sabetannya. Selain itu, di layar kaca Indosiar pernah hadir beraneka ragam tayangan budaya tradisional lainnya seperti wayang golek dari Sunda yang dipertunjukkan oleh dalang Asep Sunandar Sunary dan kesenian ludruk modern Srimulat yang didukung oleh Basuki (alm), Timbul (alm), Tessy, Asmuni (alm), Bendot (alm), Gogon, Kadir dan sebagainya. Bahkan Indosiar pernah menayangkan kesenian ludruk yang masih tradisional oleh Ludruk Bintang Timur pimpinan seniman Kirun pada tahun 2003.
Tidak hanya itu, Indosiar juga pernah secara rutin menayangkan kesenian ketoprak yang digarap oleh kelompok ketoprak Siswo Budoyo dari Tulungagung, Ketoprak Wahyu Budoyo dan Ketoprak Mataram dari Yogyakarta. Memang tayangan-tayangan kesenian tradisional di layar kaca Indosiar sempat absen beberapa waktu karena sesuatu hal, namun Indosiar tidak pernah lupa bahwa salah satu misinya adalah pelestarian budaya bangsa. Oleh karena itu, suatu saat Indosiar akan kembali menayangkan beraneka ragam tayangan budaya tradisional untuk pemirsa setianya.
Tidak lama lagi kita akan menikmati era baru siaran TV Digital (DVBT – Digital Video Broadcast Teresstrial) , dimana teknologi ini memungkinkan satu channel TV berisi lebih dari 10 Stasiun TV tidak seperti siaran analog yang kita nikmati sekarang ini dimana satu channel hanya satu stasiun TV. Jadi kedepan audience dapat menikmati aneka content / ragam acara dengan kualitas gambar dan audio yanbg cukup memukau. Lantas bagaimana dengan seni tradisional ? Pelaku seni tradisional lebih dituntut kreatifitas tinggi dalam mengemas program-program kesenian di layar kaca agar lebih marketable , toh dijagad pertelevisian tidak lepas dari politik ekonomi. Dimana acara itu menyedot banyak pemirsa, tentu akan menaikkan rating . Kenaikan rating otomatis banyak pengiklan.
Demikian sekelumit tulisan saya…semoga kesenian tradisional tetap eksis di negeri tercinta Indonesia dan melekat dihati pemirsanya.

URGENSI SOSIALISASI DAN EDUKASI UU ITE

Bagi pribadi Prita Mulyasari dan keluarga, kasus yang dialaminya saat ini tentu dipahamiemailIcon sebagai musibah yang sama sekali tidak diharapkan kedatangannya. Namun, dari sudut pandang kehidupan berbangsa , kasus Prita telah memberikan pelajaran sangat berharga di berbagai bidang. Berdasarkan pemberitaan di media massa, terlihat adanya sejumlah permasalahan yang layak dicermati dan dijadikan bahan kajian yang lebih mendalam.
Adapun permasalahan tersebut, antara lain (1) Prita adalah korban dari praktik pelayanan kesehatan yang kurang memperhatikan hak-hak konsumen. (2) Mengeluhkan pelayanan yang diterima sesungguhnya merupakan hak komunikasi yang dijamin oleh konstitusi (pasal 28F UUD 45), dan peraturan dibawahnya . (3) Curhat melalui dunia maya dilakukan Prita sebagai pilihan atas buntunya komunikasi langsung dengan rumah sakit, serta tidak dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik pihak lain. Curhat sebagai bentuk ungkapan pelayanan publik yang buruk tida melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (4) Prita tampaknya tidak mengetahui bahwa e-mail memiliki sifat sulit untuk dikendalikan sehingga tidak ada jaminan mengenai ruang lingkup peredarannya, karena belum ada aturan main yang dapat memaksa teman-teman Prita untuk tidak mengedarkan e-mail tersebut lewat miling-list atau kepada orang lain.
Disamping keempat butir di atas, dua permasalahan lain yang tampak menonjol ke permukaan, yaitu (1) Prita mengakui merasa belum tahu apalagi memahami tentang UU ITE, dan (2) Adanya norma yang sesungguhnya berbeda antara berkomunikasi di dunia maya dengan melalui media pers, terutama dalam hal penyampaian hak jawab atau sanggahan atas suatu pemberitaan.
Salah satu hikmah penting dari kasus Prita Mulyasari yang berawal dari tulisannya di e-mail yang diduga mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional di Tangerang, adalah mencuatnya perhatian terhadap keberadaan UU ITE. Sejak UU ITE disahkan oleh DPR RI pada tanggal 21 April 2008, UU tersebut memang bagaikan tenggelam dihempas isu-isu politik dan ekonomi yang dianggap jauh lebih seksi. UU ITE yang akan berlaku efektif mulai 21 April 2010 selama ini memang hanya mendapat perhatian dari kelompok kecil dan itu pun terartikulasikan di media massa. Bahkan ketika tanggal 5 Mei 2009 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas pasal 27 UU ITE yang diajukan oleh kuasa hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum Pers, tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang besar sehingga tidak menarik perhatian publik.
Sehubungan dengan munculnya kasus Prita tesebut maka sosialisasi dan edukasi (pendidikan) bagi masyarakat mengenai UU ITE menemukan momentum yang sangat tepat . Selama ini pihak Depkominfo sebenarnya telah melakukan sosialisasi, tetapi pendekatannya masih formalis dengan menggelar seminar-seminar di hotel yang otomatis pesertanya terbatas dan bias jadi target sasarannya justru tidak tepat. Idealnya sosialisasi juga dapat dikembangkan melalui media mailing-list, jeajaring face book atau blog agar dapat mencapai sasaran yang tepat, yaitu komunitas dunia maya dan para blogger. Intensitas kegiatan sosialisasi itu harus terus ditingkatkan agar proses edukasi bagi publik dapat berlangsung secara baik.
Idealnya dihari-hari mendatang Depkominfo perlu focus pada tugas-tugas pokok dan fungsinya sebagai pembuat kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang komunikasi dan informatika dengan mengurangi fungsi kehumasan Negara. Saatnya disadari bahwa rendahnya intensitas sosialisasi dan edukasi atas produk hukum yang dibuat Depkominfo untuk menjamin dan melindungi hak publik salah satu penyebabnya adalah karena energy untuk melaksanakan fungsi kehumasan Negara akibat belum lepasnya dari paradigma Deppen di era Orde Baru.
Mengingat pengguna internet di Indonesia terus meningkat, terutama dari kalangan anak-anak, remaja, dan orang muda maka sosialisasi dan edukasi mengenai produk hukum yang terkait dengan dunia maya mendesak untuk dilakukan dengan intensitas tinggi dan target khalayak yang jelas, terutama pengguna internet.
Sosialisasi dan edukasi mengenai UU ITE serta produk lain hukum yang terkait sangat mendesak karena alas an berikut.
Pertama, sebagian besar masyarakat kita terutama kelompok anak-anak, remaja, dan orang muda tergolong rentan dalam pemanfaatan media internet. Kedua, kurangnya pemahaman tentang hukum terkait menyebabkan mereka sering kurang duga kira (perhitungan matang) dalam melakukan aktivitas di internet sehingga potensial melanggar hukum. Ketiga, sebagai bentuk kebudayaan baru kita belum memiliki konvensi kuat  tentang etika berinternet sehingga potensi merugikan pihak lain masih cukup besar. Keempat, kultur kita dalam berinternet lebih sebagai pengguna (user), bukan pencipta sehingga tingkat kehati-hatianya cenderung rendah.
Pemahaman yang baik atas peraturan perundangan yang terkait dengan dunia maya sangat dibutuhkan bagi pengguna agar tidak terjadi pengulangan peristiwa yang dialami Prita.