Minggu, 10 April 2011

UANG TEBUSAN PADA HARI KIAMAT

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
dakwah DR. Ahmad Zain An Najah, MA

وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَل اَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ

Dan jagalah dirimu dari (azab hari kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. ( Qs Al Baqarah : 48 )

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :

Pelajaran Pertama :

Ayat di atas masih ditujukan kepada Bani Israel, walaupun sebenarnya juga ditujukan kepada seluruh manusia, setelah mereka diperintahkan berkali-kali untuk mengingat nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka…maka kali ini Allah memerintahkan mereka untuk mengingat kematian, mengingat suatu hari dimana tiada manfaat pertolongan seseorang terhadap orang lain, tidak pula rekomendasi dan uang sogokan ataupun uang tebusan.

Seakan-akan Allah ingin mengingatkan kepada Bani Israel dan kepada seluruh manusia bahwa bagaimanapun tingginya kedudukan manusia di dunia ini, maka pada hari kiamat kedudukan tersebut tidaklah ada manfaatnya sedikitpun. Benar,…pada ayat sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada Bani Israel bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa yang paling unggul pada waktu itu, karena mereka beriman kepada Allah dan para Rosul-Nya, akan tetapi kebesaran nenek moyang mereka tidaklah bermanfaat bagi anak keturunannya pada hari kiamat. Maka jangan bangga dulu wahai Bani Israel terhadap kebesaran nenek moyang kamu…selama kamu tidak bisa seperti mereka, yaitu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, maka kebanggan itu tidak ada manfaatnya. <!--[if !vml]--><!--[endif]-->

Pelajaran Kedua :

Ayat ini ditujukan juga kepada yang merasa diri mereka dari keturunan nabi Muhammad saw, kalau di Iran atau Lebanon dikenal dengan sebutan ” Sayid “, dan kalau di Indonesia dan di Yaman terkenal dengan sebutan ” Habib “, dan di beberapa tempat lain disebut : ” As Syarif ” . Memang harus diakui bahwa mempunyai nasab dari keturunan dari nabi Muhammad saw adalah sebuah kehormatan dan nikmat yang diberikan kepada sebagian hamba-Nya, sebagaimana nikmat yang diberikan kepada keturunan nabi Ya’kub yang kemudian terkenal dengan Bani Israel. Tetapi dalam ayat di atas Allah telah menjelaskan bahwa keturunan dan nasab tersebut tidaklah bermanfaat sama sekali pada hari kiamat jika tidak disertai iman dan amal sholeh. Lihatlah bagaimana Bani Israel yang nenek moyang mereka dimuliakan oleh Allah swt akan tetapi karena anak keturunannya berbuat durhaka kepada Allah swt dan para Rosul-Nya, maka yang dulunya umat yang mulia, dan pilihan serta unggul, kini berubah menjadi umat yang paling dilaknat oleh Allah swt. Begitu juga paman Rosulullah saw, yang mestinya bersyukur dengan kedudukan dan kedekatan nasabnya dengan Rosulullah saw, tetapi justru yang dikerjakan adalah sebaliknya, dia memusuhi Islam, menentang Allah dan Rosul-Nya, maka akibatnya Allah melaknatnya dan menjadikannya sebagai simbol dan ikon orang-orang jahat, sangatlah tepat sekali Allah berfirman :

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

” Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa

Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak “(Qs Al Masad : 1-3 )

Bukan hanya itu saja, bahkan anak perempuan Rosulullah saw sendiri tidaklah bisa selamat dari adzab Allah swt jika tidak mau mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh ayahnya sendiri, dalam hal ini ketika turun perintah Allah kepada nabi Muhammad untuk memperingatkan kerabat dekatnya akan adzab Allah beliau segera keluar di depan umum seraya bersabda :

يا معشر قريش اشتروا أنفسكم لا أغني عنكم من الله شيئا يا بني عبد مناف لا أغني عنكم من الله شيئا.يا عباس بن عبد المطلب لا أغني عنك من الله شيئا.ويا صفية عمة رسول الله لا أغني عنك من الله شيئا.ويا فاطمة بنت محمد سليني ما شئت من مالي لا أغني عنك من الله شيئا.

” Wahai orang-orang Qurays belilah diri kalian sendiri, saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Bani Manaf saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Abbas bin Abdul Mutholib saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Shofiyah bibi Rosulullah saw, saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Fatimah binti Muhammad saw, mintalah harta sebanyak apapun dariku, saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt “( HR Bukhari )

Lihatlah bagaimana Rosulullah saw mengumpulkan semua kerabat dekatnya termasuk istrinya sendiri Aisyah, tidak satupun dari mereka yang bisa selamat dari adzab Allah swt hanya karena kedekatan mereka dengan Rosulullah saw. Bahkan dalam hadist lain, Rosulullah saw menjelaskan bahwa seseorang amalannya jelek, maka nasab keluarganya tidak mampu menyelamatkannya dari adzab Allah swt :

يا فاطمة بنت محمد ، يا عباس عم رسول الله أنقذا نفسيكما من النار أنا لا أغني عنكما من الله شيئا لا يأتيني الناس بأعمالهم وتأتوني بأنسابكم من يبطئ به عمله لم يسرع به نسبه

” Wahai Fatimah binti Muhammad saw, wahai Abbas paman Rosulullah saw selamatkan diri anda sendiri dari api neraka, karena saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, dan jangan sampai nanti orang lain datang kepadaku membawa amal sholeh, sedangkan kamu datang kepadaku dengan nasab keturunanmu, barang siapa yang diperlambat oleh amalannya, maka nasab keturunannya tidaklah bisa mempercepatnya. ”

Dua hadist di atas menjelaskan bahwa hubungan kerabat tidak bisa menyelamatkan dari adzab Allah di akherat kelak. Bahkan sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini, hubungan kerabat tidaklah bisa menyelamatkan seseorang dari hukum Islam yang telah ditetapkan, jika terbukti dia melanggar dan berbuat jahat. Dalam suatu hadist disebutkan:

وأيم الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطع محمد يدها

” Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad saw mencuri, maka Muhammad saw sendiri yang akan memotong tangannya ”

Pelajaran Ketiga :

Bahkan jauh-jauh sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada para nabi sebelum nabi Muhammad saw, bahwa anak, istri dan keluarga mereka tidak akan selamat dari adzab Allah swt, jika mereka tidak mau tunduk dan taat kepada perintah Allah swt. Kita dapatkan umpamanya nabi Nuh as ketika meminta dispensasi kepada Allah swt untuk menyelamatkannya dari adzab Allah swt, permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah swt, karena itu sudah peraturan Alah bahwa seseorang tidak bisa menyelamatkan orang lain, walaupun itu anak, istri dan kerabatnya, kecuali dengan amal perbuatannya. Sungguh sangat indah dialog yang direkam Al- Qur’an antara Allah swt dengan nabi Nuh as :

وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya] perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” ( Qs Hud : 45-46 )

Begitu pula yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika memohon kepada Allah swt agar anak keturunannya dijadikan para pemimpin di dunia ini, Allahpun menolak permintaan tersebut kecuali anak keturunannya yang sholeh dan taat kepada Allah swt. Dalam hal ini Allah swt berfirman :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (Qs Al Baqarah : 124 )

Begitu juga Nabi Nuh dan nabi Luth tidak bisa membantu istrinya sedikitpun dari adzab Allah swt karena mereka berdua berkhianat dan menentang Allah swt. Dalam hal ini Allah swt berfirman :

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam) ” ( Qs At Tahrim : 10 )

Pelajaran Keempat :

Dalam ayat tersebut, walaupun secara tidak langsung, Allah swt melarang seorang muslim untuk berbangga-bangga dengan nasab dan keturunan, serta banyaknya harta. Dan hendaknya setiap anak pejabat, pengusaha kaya, kyai, tokoh masyakat dan lain-lainnya tidaklah usah terlalu bangga dengan kedudukan dan kekayaan orang tuanya. Karena yang diperhitungkan disisi Allah adalah keimanan, akhlak serta ilmu. Dalam hal ini Imam Ali bin Abu Thalib pernah menyebut syair :

من كان مفتخرا بالمال والنسب وانما فخر نا بالعلم والادب

لا خير في رجل حرٍّ بلا أدب ، نعم ولو كان منسوبا إلى العرب

” Barang siapa yang bangga dengan banyaknya harta dan nasab , maka sesungguhnya kebangaan kami hanya dengan ilmu dan akhlaq

Tiada suatu kebaikan bagi seseorang yang merdeka jika tidak mempunyai akhlaq yang mulia, iya memang begitu , walaupun dia dari keturunan Arab.”

Bahkan seorang pemuda Islam yang baik adalah yang mandiri dan mempunyai amal sholeh, bukan yang hanya bangga dengan orang tua atau nenek moyangnya, padahal dia tidak berbuat apa-apa.

Dalam suatu kisah disebutkan ketika Iraq diperintah oleh Yusuf Hajjaj As Tsaqafi semua orang dilarang untuk keluar habis shalat isya.barang siapa yang melanggar peraturan ini, kemudian tertangkap,maka hukumnya adalah dipancung lehernya. Pada suatu malam para tentara Hajjaj mendapatkan tiga remaja, ketika ditanya alasan mereka keluar malam, masing-masing menjawab dengan syair fasih yang bunyinya seakan-akan menunjukkan mereka adalah anak para pembesar, atau anak pemberani, sehingga dibiarkan oleh tentara Hajjaj. Ketika pagi harinya ketiga remaja itu dipanggil kehadapan Hajjaj dan ditanya tentang keadaan mereka sebenarnya, tiba-tiba jawaban mereka sangat mengejutkan semua yang hadir di situ, karena ternyata mereka bertiga masing-masing adalah anak tukang pembuatan roti, anak tukang bekam, dan anak tukang tenun. Kemudian Hajjaj berkata kepada para menterinya: ” Ajarilah anak-anakmu adab, kalau bukan karena kefasihan mereka membaca syi’ir, niscaya aku pancung leher mereka ” , kemudian dia mengeluarkan syi’irnya :

كن ابنا من شئت واكتسب أدباً ، يغنيك محموده عن النسب

إن الفتى من يقول هاأنذا ، ليس الفتى من يقول كان أبي

” Jadilah kamu anak siapa saja, tetapi hendaknya kamu belajar adab. Dengan begitu kamu sudah terpuji tanpa memerlukan nasab yang bagus lagi. Sesungguhnya seorang pemuda yang baik adalah yang mengatakan inilah saya, dan bukanlah pemuda yang baik yang mengatakan : bahwa ayah saya adalah begini-begini ”

Cerita di atas menunjukkan bahwa yang terpenting bagi seorang pemuda adalah ilmu dan akhlaq serta keimanannya, dan bukan keturunan dan harta. Dengan bekal iman, ilmu dan akhlaq seseorang bisa selamat di dunia dan di akherat nanti, walaupun dia anak seorang tukang roti.

Pelajaran Kelima :

Ayat di atas juga mengingatkan kepada seorang muslim, agar segera menyelesaikan tanggungan-tanggungan ataupun hutang-hutangnya kepada saudaranya, baik yang berupa harta, seperti kalau dia mengambil uang darinya tanpa ijin ( mencuri ), atau meminjam darinya sesuatu dan belum dikembalikannya. Ataupun yang berupa martabat dan harga diri, seperti kalau dia mencaci, memukul, membicarakan kejelekannya dibelakang ( ghibah ) dan sejenisnya. Iya….segera diselesaikannya sebelum datang suatu hari yang seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. Dalam suatu hadist disebutkan :

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه

” Barang siapa yang mempunyai tanggungan terhadap saudaranya baik yang berupa harga diri maupun yang lainnya, maka hendaknya diselesaikan hari ini, sebelum datang hari yang tidak bisa ditebus dengan uang dinar dan dirham. Jika tidak, maka saudaranya tadi akan mengambil kebaikannya sebanyak tanggungan yang ada padanya, jika dia tidak mempunyai kebaikan , maka kejelekan saudaranya itu akan dipikulkan kepadanya ” ( HR Bukhari no : 2269 )

Bahkan dalam hadist lain disebutkan bahwa hakekat merugi dan bangkrut dalam Islam, bukanlah orang yang dulunya jaya dan banyak uang kemudian jatuh usahanya sehingga disebut orang yang merugi dan bangkrut, akan tetapi hakekat merugi dan bangkrut adalah seperti yang digambarkan oleh Rosulullah saw dalam suatu hadistnya :

الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاة وَصِيَام وَزَكَاة ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا وَسَفَكَ دَم هَذَا وَأَكَلَ مَال هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ وَطُرِحَ فِي النَّارِ

Seorang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan amal sholeh seperti sholat, puasa dan zakat dan pada saat yang sama dia juga pernah mencaci, membunuh, dan makan harta orang lain. Maka masing-masing yang dicaci, dibunuh dan dimakan hartanya tadi mengambil kebaikan dari pelakunya, dan jika kebaikannya sudah habis sedang tanggungannya belum terbayarkan, maka kejelekan para korban tadi dilimpahkan kepada pelakunya, kemudian dilempar ke dalam api neraka. ” ( HR Muslim )

Mudah-mudahan siapa saja yang merenungi ayat di atas, bisa segera mengetahui hakekat kehidupan dunia ini secara benar, bahwa kedudukan apapun dan kekayaan seberapapun juga yang didapatkan di dunia ini tidak akan ada manfaatnya pada hari kiamat, kecuali iman dan amal sholeh yang dia kerjakan sendiri.

Dan hendaknya setiap dari kita selalu mengingat …..bahwa hari itu, cepat atau lambat pasti datang dan menjemput kita…sudahkan kita mempersiapkannya ?

Semoga …bermanfaat & berfaedah artikel ini untuk lebih mendekatkan diri kita kepada sang pencipta (allah s.w.t

Tidak ada komentar:

Posting Komentar