Kamis, 21 April 2011

URGENSI SOSIALISASI DAN EDUKASI UU ITE

Bagi pribadi Prita Mulyasari dan keluarga, kasus yang dialaminya saat ini tentu dipahamiemailIcon sebagai musibah yang sama sekali tidak diharapkan kedatangannya. Namun, dari sudut pandang kehidupan berbangsa , kasus Prita telah memberikan pelajaran sangat berharga di berbagai bidang. Berdasarkan pemberitaan di media massa, terlihat adanya sejumlah permasalahan yang layak dicermati dan dijadikan bahan kajian yang lebih mendalam.
Adapun permasalahan tersebut, antara lain (1) Prita adalah korban dari praktik pelayanan kesehatan yang kurang memperhatikan hak-hak konsumen. (2) Mengeluhkan pelayanan yang diterima sesungguhnya merupakan hak komunikasi yang dijamin oleh konstitusi (pasal 28F UUD 45), dan peraturan dibawahnya . (3) Curhat melalui dunia maya dilakukan Prita sebagai pilihan atas buntunya komunikasi langsung dengan rumah sakit, serta tidak dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik pihak lain. Curhat sebagai bentuk ungkapan pelayanan publik yang buruk tida melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (4) Prita tampaknya tidak mengetahui bahwa e-mail memiliki sifat sulit untuk dikendalikan sehingga tidak ada jaminan mengenai ruang lingkup peredarannya, karena belum ada aturan main yang dapat memaksa teman-teman Prita untuk tidak mengedarkan e-mail tersebut lewat miling-list atau kepada orang lain.
Disamping keempat butir di atas, dua permasalahan lain yang tampak menonjol ke permukaan, yaitu (1) Prita mengakui merasa belum tahu apalagi memahami tentang UU ITE, dan (2) Adanya norma yang sesungguhnya berbeda antara berkomunikasi di dunia maya dengan melalui media pers, terutama dalam hal penyampaian hak jawab atau sanggahan atas suatu pemberitaan.
Salah satu hikmah penting dari kasus Prita Mulyasari yang berawal dari tulisannya di e-mail yang diduga mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional di Tangerang, adalah mencuatnya perhatian terhadap keberadaan UU ITE. Sejak UU ITE disahkan oleh DPR RI pada tanggal 21 April 2008, UU tersebut memang bagaikan tenggelam dihempas isu-isu politik dan ekonomi yang dianggap jauh lebih seksi. UU ITE yang akan berlaku efektif mulai 21 April 2010 selama ini memang hanya mendapat perhatian dari kelompok kecil dan itu pun terartikulasikan di media massa. Bahkan ketika tanggal 5 Mei 2009 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas pasal 27 UU ITE yang diajukan oleh kuasa hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum Pers, tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang besar sehingga tidak menarik perhatian publik.
Sehubungan dengan munculnya kasus Prita tesebut maka sosialisasi dan edukasi (pendidikan) bagi masyarakat mengenai UU ITE menemukan momentum yang sangat tepat . Selama ini pihak Depkominfo sebenarnya telah melakukan sosialisasi, tetapi pendekatannya masih formalis dengan menggelar seminar-seminar di hotel yang otomatis pesertanya terbatas dan bias jadi target sasarannya justru tidak tepat. Idealnya sosialisasi juga dapat dikembangkan melalui media mailing-list, jeajaring face book atau blog agar dapat mencapai sasaran yang tepat, yaitu komunitas dunia maya dan para blogger. Intensitas kegiatan sosialisasi itu harus terus ditingkatkan agar proses edukasi bagi publik dapat berlangsung secara baik.
Idealnya dihari-hari mendatang Depkominfo perlu focus pada tugas-tugas pokok dan fungsinya sebagai pembuat kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang komunikasi dan informatika dengan mengurangi fungsi kehumasan Negara. Saatnya disadari bahwa rendahnya intensitas sosialisasi dan edukasi atas produk hukum yang dibuat Depkominfo untuk menjamin dan melindungi hak publik salah satu penyebabnya adalah karena energy untuk melaksanakan fungsi kehumasan Negara akibat belum lepasnya dari paradigma Deppen di era Orde Baru.
Mengingat pengguna internet di Indonesia terus meningkat, terutama dari kalangan anak-anak, remaja, dan orang muda maka sosialisasi dan edukasi mengenai produk hukum yang terkait dengan dunia maya mendesak untuk dilakukan dengan intensitas tinggi dan target khalayak yang jelas, terutama pengguna internet.
Sosialisasi dan edukasi mengenai UU ITE serta produk lain hukum yang terkait sangat mendesak karena alas an berikut.
Pertama, sebagian besar masyarakat kita terutama kelompok anak-anak, remaja, dan orang muda tergolong rentan dalam pemanfaatan media internet. Kedua, kurangnya pemahaman tentang hukum terkait menyebabkan mereka sering kurang duga kira (perhitungan matang) dalam melakukan aktivitas di internet sehingga potensial melanggar hukum. Ketiga, sebagai bentuk kebudayaan baru kita belum memiliki konvensi kuat  tentang etika berinternet sehingga potensi merugikan pihak lain masih cukup besar. Keempat, kultur kita dalam berinternet lebih sebagai pengguna (user), bukan pencipta sehingga tingkat kehati-hatianya cenderung rendah.
Pemahaman yang baik atas peraturan perundangan yang terkait dengan dunia maya sangat dibutuhkan bagi pengguna agar tidak terjadi pengulangan peristiwa yang dialami Prita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar