Sabtu, 09 April 2011

Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman


Assalamu alaikum warahmatullah wabarokatuh



H. Hartono Ahmad Jaiz


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ada gelombang
dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya jahiliyah yang
merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media
lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata
nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang
dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang yang paling
menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin
dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu
telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan
para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang
obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang
disebarkan lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah,
tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis
menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia, namun di
negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.
Di
antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara
dini… dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang
sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada
sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti) yang
berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya pembangkitan
syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar)
trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan
membangkitkan syahwat bagi para penonton dengan cara yang sangat fulqar bagi
kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat berbahaya.”
Peneliti ini telah
mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-anak
sedunia, ia mendapatkan bahwa:
• 29,6% film anak-anak bertemakan seks

27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
• 15% film anak-anak
berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.
Terdapat pula
film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas dendam,
memaksa, dan brutal.
Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa
berlebihan dalam menonton program-program televisi dan film mengakibatkan
kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan merasa puas dengan
nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda
atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).
Jangkauan
lebih luas
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu
ternyata tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru
mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan
lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton oleh
masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing.
Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau
dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi
sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat
Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.
Budaya jahiliyah itu jelas
akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta’ala
memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman
Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).
Sirkulasi perusakan akhlaq dan
aqidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq
lewat berbagai jalur itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam–
dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk.
Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat
televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku,
majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar,
suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok Muslimin,
kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam
bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan
mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang sudah
menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat
Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung
kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan
aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko
dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka budaya
yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek
paksaan.
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam memperingatkan agar ummat
Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ
فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى. (رواه أحمد في مسنده
20191).
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa
Ta’ala.” ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap Ummat
Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan
gelombang dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di
masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat
pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton
televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar
madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya.
Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding
pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
Ummat Islam
adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq
anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam
keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang
sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan. Sungguh!
Golongan
kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim
yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan
aqidah mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan
itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh
saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru
mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil menonton
tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun
terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin
mempraktekkannya dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama
dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang
juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam tersebut di atas.
Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku
yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi
(namanya penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil.
Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat bayaran besar. Mereka tidak
lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup senang,
banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke
“derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki
anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu
tentang itu. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.
Golongan pertama yang
ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan golongan yang ketiga
yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah,
boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga –yang ingin jadi pelaku
perusak akhlaq dan aqidah itu– digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat
dengan adanya tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga
Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.
Itu
kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada
ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai.
Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget
daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol,
terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata.
Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah
banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan
sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat
Al-Quran. Fa nastaghfirulaahal ‘adhim.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya
telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia
dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf
(baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering
mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh
Allah SWT.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini
mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu
sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu wa Ta’ala
berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/
13:11).
Mencampur kebaikan dengan kebatilan
Kenapa masyarakat tidak dapat
membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama mereka” adalah televisi.
Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang campur aduk.
Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak
sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini
kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau
pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno, merusak akhlaq, merusak
aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang
dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih
anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat
pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian
tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil,
berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau
ibahiyah, apa-apa boleh saja.
Munculnya masyarakat permissive itu karena
adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu
larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang
ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus
menerus, ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa
Ta’ala telah melarang pencampur adukan antara yang haq dengan yang
batil:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan
janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah:
42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara
terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/
benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang
membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan
merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan
serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya
di mana?
Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa
ummat Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang
diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara
kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi
keimanan kita?
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا
فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ:
{إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ
أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar