Sabtu, 09 April 2011

Kelemahan Akhlaq Bukti Lemahnya

Assalamu alaikum warahmatullah wabarokatuh


dakwatuna.com – Iman adalah kekuatan yang memelihara 
seseorang dari dunia dan mendorongnya mencapai kemuliaan. Oleh karena itu ketika 
Allah menyeru hamba-Nya menuju kebaikan atau mewanti-wantinya melakukan 
kejahatan. Allah menjadikannya sebagai konsekuensi keimanan yang kokoh tertancap 
di dalam hati mereka. Betapa sering Allah mengucapkan hal ini di dalam 
kitab-Nya,


“Hai orang-orang beriman…”


Setelah itu Allah menyebutkan tugas yang dibebankan kepada mereka,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ 
الصَّادِقِينَ ﴿١١٩﴾

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah 
kamu bersama orang-orang yang benar.
 (QS. At-Taubah: 119). 
Misalnya.


Pemandu risalah menjelaskan bahwa keimanan yang kuat akan melahirkan akhlaq 
yang kuat pula. Dan kemerosotan akhlaq disebabkan oleh lemahnya keimanan atau 
kehilangan keimanan. Tergantung bobot kejahatan yang ada.


Orang yang menyeramkan wajahnya dan rusak perilakunya melakukan serangkaian 
kejahatan dan tidak peduli kepada seorang pun. Rasulullah saw bersabda;


اَلْحَيَاءُ وَالإِيْمَانُ قُرَنَاءُ جََمِيْعًاً فَإِذَا رُفِعَ 
أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ

“Rasa malu dan keimanan saling terkait satu sama lainnya. Jika salah 
satunya hilang, hilang pula yang lain.” 
(Hakim dan Thabari).


Orang yang menyakiti tetangganya dan selalu mengatakan hal-hal buruk kepada 
mereka. Agama memberi penilaian kepadanya sebagai suatu kekerasan. Seperti apa 
yang dikatakan oleh Rasulullah,


وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ. 
قِيْلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : اَلَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ 
بَوَائِقَهُ

“Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah ia tidak beriman. Dan demi 
Allah ia tidak beriman.” 
Ada yang bertanya, “Siapa ya Rasulullah?” 
Rasulullah menjawab, 
“Orang yang apabila tetangganya tidak merasa aman dari 
kejahatannya.”
 (Al-Bukhari).


Anda juga mendapati ketika Rasulullah mengajarkan para pengikutnya agar 
berpaling dari kesia-siaan dan menjauhi kasak-kusuk. Beliau bersabda,


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ 
خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang 
baik atau diam.”
 (Bukhari).


Demikianlah kemuliaan ditanam dan dikokohkan hingga muncul buahnya. Itu semua 
bersumber dari kejujuran dan kesempurnaan iman.


Hanya saja sebagian orang yang mengaku sebagai muslim menggampangkan ibadah 
wajib. Di hadapan masyarakat Islam mereka menampakkan seolah-olah sangat peduli 
untuk melaksanakan ibadah itu. Dan pada saat yang sama mereka melakukan 
perbuatan yang bertentangan dengan akhlaq mulia dan keimanan yang 
sesungguhnya.


Nabi mengancam orang-orang yang mencampur-campur seperti itu dan 
mewanti-wanti umatnya.


Sebab meniru bentuk-bentuk ibadah dapat dilakukan siapa saja yang tidak mampu 
menangkap ruhnya atau tidak bisa naik sesuai dengan tingkatannya.


Bisa jadi seorang anak kecil dapat meniru gerakan shalat dan melafalkan 
doa-doanya.


Bisa jadi seorang artis dapat memerankan ketawadhuan dan memperagakan ibadah 
paling penting.


Namun, semuanya tidak ada gunanya dan tidak menunjukkan kebenaran keyakinan 
dan kebersihan motivasi.


Ukuran kemuliaan dan kebersihan perilaku harus menggunakan parameter yang 
tidak pernah salah, yakni akhlaq yang luhur.


Dalam hal ini terdapat hadits dari Nabi bahwa seseorang berkata kepada 
beliau,


يا رسول الله . إن فلانة تذكر من كثرة صلاتها وصيامها وصدقتها غير 
أنها تؤذي جيرانها بلسانها فقال : ” هي في النار ” ثم قال : يا رسول الله فلانة 
تذكر من قلة صلاتها وصيامها ، وأنها تتصدق ” بالأثوار من الأقط ” ـ بالقطع من الجبن 
ـ ولا تؤذي جيرانها . قال : ” هي في الجنة


“Ya Rasulullah, si Fulanah itu diceritakan banyak shalatnya, puasanya, dan 
sedekahnya. Hanya saja ia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” 
Rasulullah menjawab, “Wanita itu ada di neraka.” Lalu orang itu berkata lagi, 
“Ya Rasulullah, si Fulanah itu sedikit shalatnya, puasanya, dan sedekahnya. Ia 
hanya bersedekah dengan sepotong keju saja namun tidak menyakiti tetangganya. 
Rasulullah menjawab, “Wanita itu berada di surga.”


Jawab beliau menunjukkan nilai akhlaq yang luhur. Juga ditegaskan bahwa 
sedekah adalah ibadah sosial yang manfaatnya merembet kepada orang lain. Oleh 
karena itu sisi kuantitasnya berbeda dengan ibadah shalat dan puasa, yang secara 
lahir merupakan ibadah pribadi.


Rasul Islam tidak cukup hanya dengan menjawab pertanyaan. Beliau perlu 
menjelaskan hubungan antara akhlaq dan keimanan yang sesungguhnya dan ibadah 
yang benar lalu menjadikannya sebagai asas kebaikan dunia dan akhirat.


Permasalahan akhlaq lebih penting dari itu semua. Perlu bimbingan yang 
berkelanjutan dan nasihat yang berkesinambungan agar tertanam kokoh di dalam 
hati dan pikiran. Bahwa iman, kebaikan, dan akhlaq adalah komponen yang integral 
dan saling terkait. Tidak ada orang yang dapat memisah-misahkannya.


Pada suatu hari beliau pernah bertanya kepada para sahabat,


“أَتَدْرُوْنَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوْا: المُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ 
لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ: المُفْلِسُ مِنْ أُمَّتَي مَنْ يَأْتِيَ 
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَزَكَاةٍ وَصِيَامٍ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ 
هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَل مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، 
فَيُعْطِى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ 
حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ، أَخَذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ 
فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang bangkrut itu?” Mereka menjawab, “Orang 
bangkrut menurut kami adalah yang tidak punya dirham dan harta benda.” Beliau 
bersabda, “Orang bangkrut di kalangan umatku adalah seseorang yang datang pada 
hari Kiamat nanti dengan shalat, zakat, dan puasanya. Ia datang pada hari itu 
dan sebelumnya pernah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, 
menumpahkan darah si ini, dan memukul ini. Maka yang ini diberi dari kebaikannya 
(ibadahnya) dan itu dari kebaikannya (ibadahnya). Jika kebaikannya sudah habis 
sebelum melunasi tanggungannya diambillah dari kesalahan mereka dan dilemparkan 
kepadanya. Lalu orang itu dilemparkan ke dalam neraka.”
 (Muslim)


Itulah orang bangkrut. Seperti seorang pedagang yang memiliki dagangan di 
tokonya senilai seribu. Sementara ia punya utang senilai dua ribu. Bagaimana 
mungkin orang malang ini menjadi kaya?


Seorang taat beragama yang melakukan banyak ibadah lalu setelah itu banyak 
melakukan dosa. Wajahnya muram. Dekat dengan permusuhan. Bagaimana mungkin ia 
menjadi seorang yang bertaqwa?


Diriwayatkan bahwa untuk permasalahan ini Nabi membuat perumpamaan yang 
dekat. Beliau bersabda,


قال : ” الخلق الحسن يذيب الخطايا كما يذيب الماء الجليد ، والخُلق 
السوء ، يفسد العمل كما يفسد الخل العسل

“Akhlaq yang baik melarutkan kesalahan sebagaimana air melarutkan tanah 
keras. Akhlaq buruk itu merusak amal sebagaimana cuka merusak madu.”
 
(Al-Baihaqi).


Jika keburukan berkembang dalam diri, bahayanya menyebar, dan resikonya 
mengganas. Seseorang bisa terlepas dari agamanya sebagaimana orang telanjang 
terlepas dari pakaiannya. Lalu anggapan sebagai orang beriman menjadi palsu. 
Lalu adakah nilai agama tanpa akhlaq? Apa pula pengertian kerusakan walaupun ada 
afiliasi kepada Allah?


Untuk mengukuhkan prinsip-prinsip yang tegas tersebut, hubungan antara 
keimanan dan akhlaq yang kuat. Nabi bersabda,


يقول النبي الكريم : ” ثلاث من كن فيه فهو منافق ، وإن صام وصلى 
وحج واعتمر ، وقال إني مسلم : إذا حدث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان

“Ada tiga hal yang jika berada pada seseorang ia menjadi munafik. 
Kendatipun ia puasa, shalat, haji, umrah, dan mengatakan dirinya muslim: jika 
berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia 
khianat.”
 (Muslim).


Beliau bersabda di riwayat lain,


وقال في رواية أخرى : ” آية المنافق ثلاث ، إذا حدث كذب ، وإذا وعد 
أخلف ، وإذا عاهد غدر ، وإن صلَّى وصام وزعم أنه مسلم ” !.

“Tanda munafik ada tiga: Jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia 
ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat.”



Beliau bersabda lagi,


أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً خَالِصاً ، وَمَنْ 
كَانَ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى 
يَدَعَهَا : إِذَا أؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَثَ كَذَبَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ 
، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Ada empat hal yang jika berada pada seseorang ia menjadi munafik murni. 
Dan siapa yang padanya terdapat satu ciri berarti padanya ada satu ciri 
kemunafikan sampai ia meninggalkannya: Jika diberi amanah ia khianat, jika 
berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bertikai ia 
curang.”
 (Bukhari).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar